BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam setiap bahasa, kata memegang
peranan penting dalam membangun sebuah kalimat. Demikian juga dalam bahasa
Indonesia. Dalam bahasa Indonesia dikenal berbagai bentuk kata. Jika ditinjau
dari bentuknya, kata dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu kata dasar dan kata turunan.
Kata dasar adalah kata-kata yang belum mendapat imbuhan (afiks) (KBBI, 1997: 451). Kata dasar
dapat menjadi dasar
bagi pembentukan kata
yang lebih kompleks. Misalnya, kata duduk dapat dipakai sebagai dasar untuk
membentuk kata menduduki dan mendudukkan.
Pada umumnya kata dasar berupa bentuk
bebas, tanpa mengalami proses morfologis apa pun sudah mempunyai waktu mandiri
dan mempunyai makna fratikal dalam kalimat, seperti kata duduk. Namun kata itu lebih lazim disebut sebagai kata dasar bebas atau morfem bebas, yaitu morfem
yang secara potensial dapat berdiri sendiri dalam suatu bangun kalimat (KBBI,
1997: 665). Kata turunan pada dasarnya merupakan kata yang dibentuk melalui proses transposisi,
pengimbuhan (afiksasi), pengulangan (reduplikasi/R), atau pemajemukan (komposisi).
Beberapa kesalahan
berbahasa yang dilakukan oleh penutur bahasa ada kalanya terdapat dalam tataran
fonologis, morfologis, sintaksis, dan atau kesalahan logika. Salah satu kesalahan dalam tataran
morfologis adalah penggunaan kata dengan morfofonemik yang tidak sesuai dengan
kaidah yang berlaku.
Akan tetapi, penggunaan dalam masyarakat sama kuatnya, atau susah dipastikan
mana yang benar dan mana yang salah sehingga menimbulkan problematik. Misalnya, adanya bentuk-bentuk mempesona dan menterjemahkan dalam
pemakaian bahasa. Sesuai dengan kaidah morfofonemik, seharusnya bentuk yang
benar adalah memesona dan menerjemahkan.
Adanya kesalahan
berbahasa yang
berkaitan dengan
proses morfofonemik lebih disebabkan oleh kurangnya pengetahuan mengenai
kaidah-kaidah yang berlaku dalam bahasa Indonesia. Padahal, kecermatan
berbahasa sangat diperlukan dalam rangka politik bahasa, yakni kecintaan
terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara. Meskipun
tidak mempengaruhi makna yang didukung, kesalahan morfofonemik jelas tidak
mencerminkan ketaatan dalam berbahasa. Oleh karena itu, kaidah-kaidah
morfofonemik dalam bahasa Indonesia perlu dipelajari agar kesalahan penggunaannya
dapat diminimalisasi. Seberapa jauh penutur bahasa
Indonesia menggunakan kata-kata yang menyimpang dari kaidah morfofonemik? Seperti apakah contoh-contoh
kesalahan yang dilakukannya? Tulisan ini akan mencoba mengungkapkan beberapa bentuk menyimpang dalam
bahasa Indonesia yang sering muncul dalam pemakaian, baik dalam ragam lisan
maupun tulis
sehingga memunculkan problematic dalam bahasa Indonesia. Selain itu, tulisan ini juga akan
membahas dan meluruskan problematik tersebut dengan berlandaskan pada
kaidah-kaidah morfofonemik dalam bahasa Indonesia.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang
telah disampaikan di atas, maka masalah yang akan kami bahas adalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana proses morfofonemik?
2. Bagaimanakah proses perubahan fonem?
3. Bagaimana proses penambahan fonem?
4. Bagaimana proses hilangnya fonem?
1.3
Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini
adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui proses
morfofonemik.
2. Untuk mengetahui proses perubahan
fonem.
3. Untuk mengetahui proses penambahan
fonem.
4. Untuk mengetahui proses hilangnya
fonem.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
PROSES MORFOFONEMIK
Morfofonemik
adalah cabang linguistik yang mempelajari perubahan bunyi diakibatkan adanya pengelompokkan morfem.
Proses morfofonemik adalah peristiwa fonologis yang
terjadi karena pertemuan morfem dengan morfem. Proses morfonemik dalam bahasa
Indonesia hanya terjadi dalam pertemuan realisasi morfem dasar (morfem) dengan
realisasi afiks (morfem), baik prefiks, sufiks, infiks, maupun konfiks
(Kridalaksana, 2007:183).
Peristiwa morfonemik dalam bahasa
Indonesia dapat kita lihat misalnya pada prefiks me- . Dalam proses afiksasi,
prefiks me- tersebut akan berubah menjadi mem-, meny-, meng-, menge-, atau
tetap me-, menurut aturan-aturan fonologis tertentu. Istilah “morfofonemis”
menunjukkan kaidah yang menyesuaikan bentuk-bentuk alomorf-alomorf yang
bersangkutan secara fonemis.
Morfofonemik bahasa
Indonesia dapat dibedakan menjadi enam macam yaitu:
1.
Penghilangan bunyi
2.
Penambahan bunyi
3.
Perubahan bunyi
4.
Perubahan dan penambahan bunyi
5.
Perubahan dan penghilangan bunyi
6.
Peloncatan bunyi
Ada beberapa proses morfofonemik dilihat
dari sifat pembentukannya. Proses
tersebut adalah proses yang secara otomatis dan proses yang tidak otomatis.
Menurut Harimurti Kridalaksana, proses morfofonemik terjadi atas 10 yaitu:
1. Pemunculan fonem
2. Pengekalan fonem
3. Pemunculan dan pengekanan fonem
4. Pergeseran fonem
5. Perubahan dan pergeseran fonem
6. Pelepasan fonem
7. Peluluhan fonem
8. Penyisipan fonem secara historis
9. Pemunculan fonem berdasarkan poka asing
10. Variasi fonem bahasa sumber
1. Pemunculan fonem
2. Pengekalan fonem
3. Pemunculan dan pengekanan fonem
4. Pergeseran fonem
5. Perubahan dan pergeseran fonem
6. Pelepasan fonem
7. Peluluhan fonem
8. Penyisipan fonem secara historis
9. Pemunculan fonem berdasarkan poka asing
10. Variasi fonem bahasa sumber
Menurut Zaenal Arifin dan Junaiyah
Kedua ahli bahasa ini mengelompokkan proses
morfofonemik pada afiks-afiks yang mengalaminya.
a. Morfofonemik Prefiks meng-
Ada tujuh peristiwa morfofonemik pada prefiks meng-, yaitu :
1) Jika ditambahkan pada dasar yang dimulai dengan fonem /a/, /i/, /u/, /e/, /o/, /k/, /h/, /x/ bentuk meng- tetap meng-/men-/.
Misalnya : mengawali, mengikuti, mengubah, mengekor, mengarang, menghitung
Ada tujuh peristiwa morfofonemik pada prefiks meng-, yaitu :
1) Jika ditambahkan pada dasar yang dimulai dengan fonem /a/, /i/, /u/, /e/, /o/, /k/, /h/, /x/ bentuk meng- tetap meng-/men-/.
Misalnya : mengawali, mengikuti, mengubah, mengekor, mengarang, menghitung
2) Jika
prefiks meng- ditambahkan pada dasar yang dimulai dengan fonem /l/, /m/, /n/,
/r/, /y/, atau /w/, bentuk tersebut akan menjadi me-
Misalnya : melalui, meronta, meyakini, mewariskan
3) Jika prefiks meng- ditambahkan pada dasar yang dimulai dengan fonem /d/, atau /t/, prefiks tersebut berubah menjadi men-
Misalnya : mendengar, menulis
4) Jika prefiks meng- ditambahkan pada dasar yang dimulai dengan fonem /b/, /p/, atau /f/, prefiks tersebut berubah menjadi mem-
Misalnya : membawa, memarkir, memfitnah
Fonem /f/ berasal dari bahasa asing maka tidak diluluhkan. Pada kata patuhi dan pakai, fonem /p/ luluh. Akan tetapi, peluluhan itu tidak terjadi jika fonem /p/ merupakan bentuk yang mengawali prefiks per- atau dasarnya berawal dengan per- dan pe- tertentu.
Misalnya : mempelajari, memperbincangkan
5) Jika prefiks meng- ditambahkan pada dasar yang dimulai dengan fonem /c/, /j/, dan /s/, bentuk meng- berubah menjadi men-, meny-, men-,
Misalnya : mencubit, mencopot, menjadikan, menjajakan, menyapu
Misalnya : melalui, meronta, meyakini, mewariskan
3) Jika prefiks meng- ditambahkan pada dasar yang dimulai dengan fonem /d/, atau /t/, prefiks tersebut berubah menjadi men-
Misalnya : mendengar, menulis
4) Jika prefiks meng- ditambahkan pada dasar yang dimulai dengan fonem /b/, /p/, atau /f/, prefiks tersebut berubah menjadi mem-
Misalnya : membawa, memarkir, memfitnah
Fonem /f/ berasal dari bahasa asing maka tidak diluluhkan. Pada kata patuhi dan pakai, fonem /p/ luluh. Akan tetapi, peluluhan itu tidak terjadi jika fonem /p/ merupakan bentuk yang mengawali prefiks per- atau dasarnya berawal dengan per- dan pe- tertentu.
Misalnya : mempelajari, memperbincangkan
5) Jika prefiks meng- ditambahkan pada dasar yang dimulai dengan fonem /c/, /j/, dan /s/, bentuk meng- berubah menjadi men-, meny-, men-,
Misalnya : mencubit, mencopot, menjadikan, menjajakan, menyapu
6) Jika
prefiks meng- ditambahkan pada dasar yang bersuku satu, bentuk meng- berubah
menjadi menge-
Misalnya : mengetik, mengerem, mengepel, mengebom
7) Jika verba yang berdasar tunggal direduplikasi, dasarnya diulangi dengan mempertahankan peluluhan konsonan pertamanya. Dasar yang bersuku satu mempertahankan unsur nge- di depan dasar yang direduplikasi. Sufiks (jika ada) tidak ikut direduplikasi, misalnya : menulis-nulis, menari-nari, mengelap-ngelap
Misalnya : mengetik, mengerem, mengepel, mengebom
7) Jika verba yang berdasar tunggal direduplikasi, dasarnya diulangi dengan mempertahankan peluluhan konsonan pertamanya. Dasar yang bersuku satu mempertahankan unsur nge- di depan dasar yang direduplikasi. Sufiks (jika ada) tidak ikut direduplikasi, misalnya : menulis-nulis, menari-nari, mengelap-ngelap
b.
Morfofonemik Prefiks per-
Ada tiga peristiwa morfofonemik pada prefiks per-, yaitu:
1) Prefiks per- berubah menjadi pe- apabila ditambahkan pada dasar yang dimulai fonem /r/ atau dasar yang suku pertamanya berakhir dengan /er/
Misalnya : perasa, peraba, pekerja, peserta
2) Prefiks per- berubah menjadi pel- apabila ditambahkan pada bentuk dasar ajar.
pelajariàMisalnya : per- + ajari
3) Prefiks per- tidak mengalami perubahan bentuk jika bergabung dengan dasar lain di luar kaidah 1 dan 2 di atas.
Misalnya : perdalam, perluas, perkaya, perindah, perbaiki
Ada tiga peristiwa morfofonemik pada prefiks per-, yaitu:
1) Prefiks per- berubah menjadi pe- apabila ditambahkan pada dasar yang dimulai fonem /r/ atau dasar yang suku pertamanya berakhir dengan /er/
Misalnya : perasa, peraba, pekerja, peserta
2) Prefiks per- berubah menjadi pel- apabila ditambahkan pada bentuk dasar ajar.
pelajariàMisalnya : per- + ajari
3) Prefiks per- tidak mengalami perubahan bentuk jika bergabung dengan dasar lain di luar kaidah 1 dan 2 di atas.
Misalnya : perdalam, perluas, perkaya, perindah, perbaiki
c.
Morfofonemik Prefiks ber-
Ada empat peristiwa morfofonemik pada prefiks ber-, yaitu :
1) Prefiks ber- berubah menjadi be- jika ditambahkan pada dasar yang dimulai dengan fonem /r/
Misalnya : beransel, berupa, berenang, berendam
2) Prefks ber- berubah menjadi be- jika ditambahkan pada dasar yang suku pertamanya berakhir dengan /er/
bekerjaàMisalnya : ber + kerja
besertaàber + serta
berkaryaàBandingkan dengan : ber + karya
berkurbanàber + kurban
dalam kedua kata tersebut prefiks ber tidak berubah karena suku pertamanya tidak berakhir dengan /er/ tetapi /ar/ dan /ur/.
3) Prefiks ber- berubah menjadi bel- jika ditambahkan pada dasar tertentu
belajaràMisalnya : ber + ajar
4) Prefiks ber- tidak berubah bentuknya apabila digunakan dengan dasar di luar kaidah 1-3 di atas.
berlayaràMisalnya : ber + layar
bermainàber +main
berperanàber+peran
Ada empat peristiwa morfofonemik pada prefiks ber-, yaitu :
1) Prefiks ber- berubah menjadi be- jika ditambahkan pada dasar yang dimulai dengan fonem /r/
Misalnya : beransel, berupa, berenang, berendam
2) Prefks ber- berubah menjadi be- jika ditambahkan pada dasar yang suku pertamanya berakhir dengan /er/
bekerjaàMisalnya : ber + kerja
besertaàber + serta
berkaryaàBandingkan dengan : ber + karya
berkurbanàber + kurban
dalam kedua kata tersebut prefiks ber tidak berubah karena suku pertamanya tidak berakhir dengan /er/ tetapi /ar/ dan /ur/.
3) Prefiks ber- berubah menjadi bel- jika ditambahkan pada dasar tertentu
belajaràMisalnya : ber + ajar
4) Prefiks ber- tidak berubah bentuknya apabila digunakan dengan dasar di luar kaidah 1-3 di atas.
berlayaràMisalnya : ber + layar
bermainàber +main
berperanàber+peran
d.
Morfofonemik Prefiks ter-
Morfofonemik ter mengalami dua peristiwa morfofonemik yaitu:
1) Jika suku pertama kata dasar berakhir dengan bunyi /er/, fonem /r/ pada prefiks ter- ada yang muncul dan ada pula yang tidak.
terpercayaàMisalnya : ter + percaya
tercerminàter + cermin
2) Di luar kaidah di atas, ter- tidak berubah bentuknya.
terpilihàMisalnya : ter + pilih
terbawaàter + bawa
Morfofonemik ter mengalami dua peristiwa morfofonemik yaitu:
1) Jika suku pertama kata dasar berakhir dengan bunyi /er/, fonem /r/ pada prefiks ter- ada yang muncul dan ada pula yang tidak.
terpercayaàMisalnya : ter + percaya
tercerminàter + cermin
2) Di luar kaidah di atas, ter- tidak berubah bentuknya.
terpilihàMisalnya : ter + pilih
terbawaàter + bawa
2.2 PROSES PERUBAHAN FONEM
Proses perubahan fonem terjadi karena adanya pertemuan fonem
meng-dan peng- dengan bentuk dasarnya. Fonem /ng/ pada kedua morfem berubah menjadi /m,n,/ hingga morfem meng-,
berubah menjadi mem-, meny-,dan meng dan morfem peN- berubah menjadi pem-,
pen-, peny-, dan peng-,.
Perubahan-perubahan itu bergantung pada kondisi dasar yang
mengikutinya. Dalam hal ini bunyi/N/ harus menjadi bunyi nasal yang artikulator
dan daerah artikulasinya sama homorgan dengan bunyi pertama bentuk dasarnya.
Misalnya, meN- berubah menjadi mem- apabila melekat pada bentuk dasar
yang diawali fonem b sebab bunyi nasal yang homorgan dengan b/ adalah/m/.
1. Fonem /ng/ pada morfem meng- dan
peng- berubah menjadi fonem /m/ apabila bentuk dasar yang mengikutinyaberawal
dengan /f,b,f/
Misalnya :
meng- + paksa
=
memaksa
meng- + bantu = membantu
peng- + bantu = pembantu
meng- + fitnah = memfitnah
peng- + fitnah = pemfitnah
2. Fonem /n/ pada meng- dan peng-
berubah menjadi fonem /n/ apabila bentuk dasar yang mengikutinya berawal dari
fonem /t,d,s/.
Misalnya :
men- + tulis = menulis
pen- + datang = pendatang
men + supporf = menssupport
3. Fonem /ng/ pada morfem men- dan pen- berubah menjadi /ń/ apabila bentuk dasar yang mengikutinya
berawal dengan /s,s,c,j/.
Misalnya :
meN- + sapu =
menyapu
peN- + cari = peńcari
peN- + judi = penjudi
4. Fonem /ng/ pada meng- dan peng- berubah
menjadi /ᶯ/ apabila bentuk dasar yang mengikutinya berawal dengan fonem
/k,g,x,h dan vokal / .
Misalnya :
meN- +
kacau = mengacau
peN- +
garis = penggaris
meN- + angkut = mengangkut
Dapat diketahui juga akibat bergabungnya
morfem {ber-}, {per-}, {per-an}, dan {memper-i} dengan bentuk dasarnya, terjadi
perubahan fonem /r/ menjadi /l/. Fonem /r/ pada morfem {ber-}, {per-},
{per-an}, dan {memper-i} berubah menjadi /l/ apabila bertemu bentuk dasar ajar.
Kondisi inilah yang disebut berdistribusi komplementer (Sumadi, 2010:143).
Terjadi juga pada perubahan morfem {praktek} menjadi {praktik} apabila bertemu dengan afiks –an atau afiks –um. Dalam kajian morfologi, kondisi ini disebut berdistribusi komplementer. Dengan kata lain, morfem {praktek} dan {praktik} merupakan alomorf. Hal yang sama terjadi pada bentuk dasar apotik dan kata apoteker. Morfem {apotik} berubah menjadi {apotek} apabila bertemu dengan afiks –er (Sumadi, 2010:143).
Terjadi juga pada perubahan morfem {praktek} menjadi {praktik} apabila bertemu dengan afiks –an atau afiks –um. Dalam kajian morfologi, kondisi ini disebut berdistribusi komplementer. Dengan kata lain, morfem {praktek} dan {praktik} merupakan alomorf. Hal yang sama terjadi pada bentuk dasar apotik dan kata apoteker. Morfem {apotik} berubah menjadi {apotek} apabila bertemu dengan afiks –er (Sumadi, 2010:143).
2.3
PROSES
PENAMBAHAN FONEM
Proses penambahan fonem terjadi
karena adanya pertemuan morfem meN- dengan bentuk dasar yang terdiri atas dua
suku kata.
1. Fonem tambahannya adalah /g/,
sehingga meN- berubah menjadi menge-
Misalnya :
meN-
+ bom = mengebom
peN- + bor = pengebor
meN-
+ bur = mengebur
2. Fonem tambahan /e/ juga terjadi pada
:
peN-
+ bentuk dasar satu suku kata sehingga :
peN-
=> penge-
Contoh
:
peN- + bom => pengebom
peN- + cat => pengecat
peN-+ las => pengelas
#namun
pada contoh-contoh diatas selain penambahan fonem / / juga terjadi proses
penambahan fonem yaitu fonem /N/ => /n,/
·
akibat
pertemuan morfem
|
-an + bentuk
dasar
Ke-an +
bentuk dasar
peN-an +
bentuk dasar
contoh :
-an + terka => terkaan/terka?an/
Ke-an + raja => kerajaan /keraja?an/
peN-an + ada => pengadaan/pengada?an/
3. Penambahan fonem /w/ apabila
bentuk dasar berakhiran dengan/u,o,aw/
Contoh
:
peN-an + temu => pertemuan / pertemuwan
peN-an + toko => pertokoan / pertokowan
peN-an + kacau/kacaw => pengacauan / pengacauwan
4. Penambahan fonem /Y/ apabila
bentuk dasar berakhiran dengan /i,ay/
Contoh
:
-an + hari => harian / hariyan
-an + lambai/lambay => lambaian / lambaiyyan
ke-an + lestari => kelestarian
Pada contoh-contoh tersebut di
atas jelaslah bahwa selain proses penambahan fonem /ə/, terjadi juga proses
perubahan fonem, ialah perubahan fonem /N/ menjadi /ɧ/.
Akibat pertemuan morfem {–an}, {ke-an}, dan {peN-an} dengan bentuk dasarnya, terjadi penambahan fonem /ʔ/ apabila bentuk dasar itu berakhir dengan vocal /a/, penambahan /w/ apabila bentuk dasar itu berakhir dengan /u/, /o/, dan /aw/, dan terjadi penambahan /y/ apabila bentuk dasar itu berakhir dengan /i/ dan /ay/.
Akibat pertemuan morfem {–an}, {ke-an}, dan {peN-an} dengan bentuk dasarnya, terjadi penambahan fonem /ʔ/ apabila bentuk dasar itu berakhir dengan vocal /a/, penambahan /w/ apabila bentuk dasar itu berakhir dengan /u/, /o/, dan /aw/, dan terjadi penambahan /y/ apabila bentuk dasar itu berakhir dengan /i/ dan /ay/.
2.4
PROSES
PENGHILANGAN FONEM
Proses hilangnnya
fonem /ng/ pada meng-dan peng- terjadi karena adanya pertemuan morfem meng- dan peng- dgan bentu dasar yang berawal dengan fonem /l,r,y,w,dan
nasal/.
Misalnya :
meng- +
lerai = melerai
per- +
ragakan = peragakan
ber- +
rapat = berapat
Berdasarkan pendapat dari Harimurti dengan Ramlan, maka kita
akan mengklasifikasikan kedua pendapat tersebut sehingga terdapat delapan jenis
morfofonemik, yaitu:
1. Proses Perubahan Bunyi
Misalnya :
meng- +
fitnah = memfitnah
peng- +
undang = pengundang
peng- +
khutbah = pengkhutbah
2. Proses Penambahan Bunyi
Misalnya :
PeN-an +
sandra = penyandra
Ke-an + punya = kepunyaan
-an+
buka = pembukaan
3. Proses Penghilangan Bunyi
Misalnya
:
ber- +
rumah = berumah
ter- +
rasa = terasa
per- +
ramping = peramping
4. Proses pengekalan bunyi
misalnya :
ter-
+ pukul = terpukul
ber-
+ hasil = berhasil
5. Proses Perubahan dan Penambahan bunyi
Misalnya :
men-
+ las = mengelas
peN-
+ cat = pengecat
6. Proses Perubahan dan Penghilangan bunyi
Misalnya :
meN- +
suplai = mensuplai
meN- + kensel = mengkensel
7. Proses perubahan dan pengekalan bunyi
Misalnya :
meng- +
kukur = mengkukur
peng- + kaji = pengkaji
8. pergeseran/ perubahan posisi fonem ( konsonan)
Misalnya :
teliti + peng-an menjadi
/pe-ne-li-ti-yan/
bantu + an menjadi
/ka-ji-yan/
bantu + -an menjadi /ban-tu-wan/
9. Fonem-fonem /p,t,s,k/ pada awal
morfem akan hilang akibat pertemuan morfem meN- dan peN-
Contoh
:
meN- + paksa => memaksa
meN- + tulis => menulis
meN- + sapu => menyapu
meN- + karang => mengarabg
peN- + pangkas => pemangkas
peN- + tulis => penulis
peN- + sapu => penyapu
peN- + karang => pengarang
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Setelah
kita memaparkan hasil dari makalah ini maka simpulannya adalah morfofonemik
menjelaskan beberapa kaidah-kaidah dengan penambahahan afiksasi seperti,
prefiks meng-, per-, ber-, ter-, di-,dan
kan- dan Juga sufiks –i dan –an.
Morfofonemik juga memiliki
proses yang terbagi menurut Harimurti Kridalaksana
yaitu proses yang secara otomatis dan proses yang tidak otomatis, dan proses
morfofonemik menurut Ramlan terbagi tiga
proses yaitu : Proses perubahan fonem, proses penambahan fonem dan proses
penghilangan fonem.
3.2 Saran
Dengan mengkaji masalah morfofonemik diharapkan kita mampu memahami
masalah-masalah berbahasa agar tidak terjadi kesalahan dari pemahaman berbahasa
yang kita miliki
Teh daftar pustakanya ada?
BalasHapus