BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kurangannya Sumber Daya Manusia pada era kemerdekaan
indonesia pada tahun 1945 itu disebabkan karena adanya penyimpangan dari
penjajah terhadap bangsa indonesia agar tidak bersekolah. Masa-masa itulah yang
ingin dicapai bangsa indonesia untuk bertekat mencerdaskan kehidupan bangsa.
Para petinggi negri ini menyadari bahwa harus mengawali dengan cara memperbaiki
sumber daya manusia. Ilmu
pengetahuan dan teknologi akan selalu berkembang dengan menyesuaikan perkembangan
jaman. Dengan tuntutan pekerjaan yang semakin beragam dalam peningkatan ekonomi
suatu perusahaan.Perkembangan segala aspek kehidupan manusia yang semakin
berkembang dan mengandalkan suatu teknologi menuntut sumber daya manusia dapat
menangani masalah tersebut.
Oleh karena itu pendidikan di indonesia harus selalu
mengikuti perkembangan jaman. Maka di susunlah kurikulum sebagai pedoman atau
panutan untuk mengendalikan pendidikan di indonesia untuk selalu berkembang dan
setara antara daerah satu dengan daerah yang lain. Hal itu di lakukan agar
sumber daya manusia yang berkualitas baik akan merata di seluruh daerah
indonesia.
Peningkatan ilmu pengetahuan dan Teknologi yang paling
baru harus tersampaikan pada peserta didik agar nantinya para peserta didik
tersebut dapat bersaing dengan sumber daya manusia negara lain dalam membangun
negara ini.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
yang telah disampaikan di atas, maka masalah yang akan kami bahas adalah
sebagai berikut :
1.
Apakah pengertian dari
kurikulum?
2.
Bagaimanakah landasan
kurikulum?
3.
Bagaimanakah prinsip
pengembangan kurikulum?
4.
Bagaimanakah pendekatan
kurikulum?
5.
Apakah pengertian KBK?
6.
Apakah pengertian KTSP?
7.
Apakah yang menyebabkan
kurikulum berubah?
1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai
berikut :
1.
Untuk mengetahui pengertian
dari kurikulum.
2.
Untuk mengetahui bagaimana
landasan kurikulum.
3.
Untuk mengetahui bagaimana
prinsip pengembangan kurikulum.
4.
Untuk mengetahui bagaimana
pendekatan kurikulum.
5.
Untuk mengetahui pengertian
dari KBK.
6.
Untuk mengetahui pengertian
dari KTSP.
7.
Untuk mengetahui factor apa
saja yang menjadi penyebab perubahan kurikulum.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kurikulum
Secara etimologis, kurikulum berasal dari
kata dalam Bahasa Latin “curir” yang artinya pelari, dan “currere”
yang artinya tempat berlari. Pengertian awal kurikulum adalah suatu jarak yang
harus ditempuh oleh pelari mulai dari garis start sampai garis finish.
Dengan demikian, istilah awal kurikulum diadopsi dari bidang olahraga pada
zaman romawi kuno di Yunani, baru kemudian diadopsi ke dalam dunia pendidikan.
Yang diartikan sebagai rencana dan pengaturan tentang belajar peserta didik di
suatu lembaga pendidikan. Sedangkan dalam bahasa Arab diterjemahkan dengan kata
Manhaj (kurikulum) yang bermakna jalan yang terang yang dilalui manusia
di berbagai bidang kehidupannya.
Definisi kurikulum menurut UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional tertuang dalam pasal 1 butir 19 sebagai berikut:
“Kurikulum adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”
Secara terminologis, istilah kurikulum yang digunakan
dalam dunia pendidikan mengandung pengertian sebagai sejumlah pengetahuan atau
mata pelajaran yang harus ditempuh atau diselesaikan siswa untuk mencapai satu
tujuan pendidikan atau kompetensi yang telah ditetapkan. Adapun secara
operasional kurikulum dapat didefinisikan sebagai berikut:
1.
Suatu bahan tertulis yang
berisi uraian tentang program pendidikan suatu sekolah yang dilaksanakan dari
tahun ke tahun.
2.
Bahan tertulis yang
dimaksudkan digunakan oleh guru dalam melaksanakan pengajaran untuk
siswa-siswanya.
3.
Suatu usaha untuk menyampaikan
asas dan ciri terpenting dari suatu rencana pendidikan dalam bentuk sedemikian
rupa sehingga dapat dilaksanakan guru di sekolah.
4.
Tujuan-tujuan
pengajaran,pengalaman belajar, alat-alat belajar dan cara-cara penilaian yang
direncanakan dan digunakan dalam pendidikan.
5.
Suatu program pendidikan
yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.( http://ulfahkhusnaini23.blogspot.co.id/2014/11/definisi-peran-fungsi-prinsip-dan.html, akses tanggal 3 April 2016).
Jadi dapat di
simpulkan bahwa Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran dan program
pendidikan yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang
berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta pelajaran dalam
satu periode jenjang pendidikan. Dengan program itu, para siswa melakukan
berbagai kegiatan belajar sehingga terjadi perubahan dan perkembangan tingkah
laku siswa, sesuai dengan tujuan pendidikan dan pembelajran. Dengan kata lain,
sekolah menyediakan lingkungan bagi siswa yang memberikan
kesempatan untuk belajar. Penyusunan perangkat mata pelajaran ini
disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan setiap jenjang pendidikan dalam
penyelenggaraan pendidikan tersebut serta kebutuhan lapangan kerja.
Lama waktu dalam
satu kurikulum, biasanya disesuaikan dengan maksud dan tujuan dari sistem
pendidikan yang dilaksankan. Kurikulum ini diterapkan dengan maksud untuk dapat
mengarahkan pendidikan menuju arah dan tujuan yang dimaksudkan dalam kegiatan
pembelajaran secara menyeluruh.
2.2 Landasan Kurikulum
Kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan
memiliki pengaruh terhadap seluruh kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum
dalam pendidikan dan kehidupan manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat
dilakukan secara sembarangan. Penyusunan kurikulum membutuhkan
landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan
penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yang tidak didasarkan pada
landasan yang kuat dapat berakibat fatal terhadap kegagalan pendidikan itu
sendiri. Dengan sendirinya, akan berkibat pula terhadap kegagalan proses
pengembangan manusia.
Dalam hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997)
mengemukakan empat landasan utama dalam pengembangan kurikulum, yaitu: (1)
filosofis; (2) psikologis; (3) sosial-budaya; dan (4) ilmu pengetahuan dan
teknologi..Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan secara ringkas
keempat landasan tersebut. (https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/22/landasan-kurikulum/,
akses tanggal 3 April 2016)
1.
Landasan Filosofis
Filsafat memegang peranan penting dalam
pengembangan kuikulum. Sama halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan, kita
dikenalkan pada berbagai aliran filsafat, seperti : perenialisme,
essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam
pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran – aliran filsafat
tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum
yang dikembangkan. Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (2003), di
bawah ini diuraikan tentang isi dari-dari masing-masing aliran filsafat, kaitannya
dengan pengembangan kurikulum.
a. Perenialisme
lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada
warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting
dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham
ini menekankan pada kebenaran absolut , kebenaran universal yang tidak terikat
pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
- Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme, essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu.
- Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna. Untuk memahami kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan : bagaimana saya hidup di dunia ? Apa pengalaman itu ?
- Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.
- Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu. Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dari pada proses.
Aliran Filsafat Perenialisme, Essensialisme,
Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang mendasari terhadap pengembangan
Model Kurikulum Subjek-Akademis. Sedangkan, filsafat progresivisme
memberikan dasar bagi pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Pribadi.
Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam pengembangan
Model Kurikulum Interaksional.
2. Landasan
Psikologis
Ana
Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan bahwa minimal terdapat dua bidang
psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu (1) psikologi
perkembangan dan (2) psikologi belajar. Psikologi perkembangan merupakan ilmu
yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya.
Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan
perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu,
serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya
dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan
kurikulum. Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku
individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat
belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya
dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.
Masih
berkenaan dengan landasan psikologis, Ella Yulaelawati memaparkan teori-teori
psikologi yang mendasari Kurikulum Berbasis Kompetensi. Dengan mengutip
pemikiran Spencer, Ella Yulaelawati mengemukakan pengertian kompetensi bahwa
kompetensi merupakan “karakteristik mendasar dari seseorang yang merupakan
hubungan kausal dengan referensi kriteria yang efektif dan atau penampilan yang
terbaik dalam pekerjaan pada suatu situasi“.
Selanjutnya, dikemukakan pula tentang
5 tipe kompetensi, yaitu :
1. motif;
sesuatu yang dimiliki seseorang untuk berfikir secara konsisten atau keinginan
untuk melakukan suatu aksi.
2.
bawaan;
yaitu karakteristik fisik yang merespons secara konsisten berbagai situasi atau
informasi.
3.
konsep diri;
yaitu tingkah laku, nilai atau image seseorang;
4.
pengetahuan;
yaitu informasi khusus yang dimiliki seseorang; dan
5.
keterampilan;
yaitu kemampuan melakukan tugas secara fisik maupun mental.
Kelima kompetensi tersebut mempunyai
implikasi praktis terhadap perencanaan sumber daya manusia atau pendidikan.
Keterampilan dan pengetahuan cenderung lebih tampak pada permukaan ciri-ciri
seseorang, sedangkan konsep diri, bawaan dan motif lebih tersembunyi dan lebih
mendalam serta merupakan pusat kepribadian seseorang. Kompetensi permukaan
(pengetahuan dan keterampilan) lebih mudah dikembangkan. Pelatihan merupakan
hal tepat untuk menjamin kemampuan ini. Sebaliknya, kompetensi bawaan dan motif
jauh lebih sulit untuk dikenali dan dikembangkan.
3.
Landasan Sosial-Budaya
Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu
rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan
dan hasil pendidikan. Kita maklumi bahwa pendidikan merupakan usaha mempersiapkan
peserta didik untuk terjun ke lingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya
untuk pendidikan semata, namun memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta
nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di
masyarakat.
Peserta didik berasal dari masyarakat,
mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat
dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula. Kehidupan masyarakat, dengan
segala karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan dan sekaligus
acuan bagi pendidikan.
Setiap lingkungan masyarakat masing-masing
memiliki sistem-sosial budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola
hubungan antar anggota masyarakat. Salah satu aspek penting dalam sistem sosial
budaya adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan
berperilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari
agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya.
Israel Scheffer (Nana Syaodih Sukmadinata,
1997) mengemukakan bahwa melalui pendidikan manusia mengenal peradaban masa
lalu, turut serta dalam peradaban sekarang dan membuat peradaban masa yang akan
datang.
Dengan demikian, kurikulum yang dikembangkan
sudah seharusnya mempertimbangkan, merespons dan berlandaskan pada perkembangan
sosial – budaya dalam suatu masyarakat, baik dalam konteks lokal, nasional
maupun global.
4.
Landasan Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi
Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan teknologi
yang dimiliki manusia masih relatif sederhana, namun sejak abad pertengahan
mengalami perkembangan yang pesat. Berbagai penemuan teori-teori baru terus
berlangsung hingga saat ini dan dipastikan kedepannya akan terus semakin
berkembang.
Akal manusia telah mampu menjangkau hal-hal
yang sebelumnya merupakan sesuatu yang tidak mungkin. Pada jaman dahulu kala,
mungkin orang akan menganggap mustahil kalau manusia bisa menginjakkan kaki di
Bulan, tetapi berkat kemajuan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pada
pertengahan abad ke-20, pesawat Apollo berhasil mendarat di Bulan dan Neil
Amstrong merupakan orang pertama yang berhasil menginjakkan kaki di Bulan.
2.3 Prinsip Pengembangan Kurikulum
Prinsip-prinsip
yang akan digunakan dalam kegiatan pengembangan kurikulum pada dasarnya
merupakan kaidah-kaidah atau hukum yang akan menjiwai suatu kurikulum. Dalam
pengembangan kurikulum, dapat menggunakan prinsip-prinsip yang telah berkembang
dalam kehidupan sehari-hari atau justru menciptakan sendiri prinsip-prinsip
baru. Oleh karena itu, dalam implementasi kurikulum di suatu lembaga pendidikan
sangat mungkin terjadi penggunaan prinsip-prinsip yang berbeda dengan kurikulum
yang digunakan di lembaga pendidikan lainnya, sehingga akan ditemukan banyak
sekali prinsip-prinsip yang digunakan dalam suatu pengembangan kurikulum.
Sedangkan Asep Herry Hernawan dkk (2002) mengemukakan lima prinsip dalam
pengembangan kurikulum, yaitu:
1.
Prinsip relevansi
Secara internal bahwa kurikulum memiliki
relevansi di antara komponen-komponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi,
organisasi dan evaluasi). Sedangkan secara eksternal bahwa komponen-komponen
tersebutmemiliki relevansi dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi
(relevansi epistomologis), tuntutan dan potensi peserta didik (relevansi
psikologis) serta tuntutan dan kebutuhan perkembangan masyarakat (relevansi
sosilogis).
2.
Prinsip Fleksibilitas
Dalam pengembangan kurikulum mengusahakan
agar yang dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan fleksibel dalam
pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan
situasi dan kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan
dan latar bekang peserta didik.
3.
Prinsip kontinuitas
Adanya kesinambungan dalam kurikulum, baik
secara vertikal, maupun secara horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang
disediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam
tingkat kelas, antar jenjang pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan
dengan jenis pekerjaan.
4.
Prinsip efisiensi
Mengusahakan agar dalam pengembangan
kurikulum dapat mendayagunakan waktu, biaya, dan sumber-sumber lain yang ada
secara optimal, cermat dan tepat sehingga hasilnya memadai.
5.
Prinsip efektivitas
Mengusahakan
agar kegiatan pengembangan kurikulum mencapai tujuan tanpa kegiatan yang
mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas. (http://wisnucorner.blogs.uny.ac.id/2015/10/13/landasan-dan-prinsip-pengembangan-kurikulum/, akses tanggal 3 April 2016).
2.4 Pendekatan Kurikulum
Dalam mengembangan kurikulum maka diperlukan pendekatan-pendekatan
sehingga kurikulum itu dapat sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan.
Yang dimaksud dengan pendekatan adalah cara kerja dengan menerapkan strategi
dan metode yang tepat dengan mengikuti langkah-langkah pengembangan yang
sistematis agar memperoleh kurikulum yang lebih baik. Pendekatan dapat
diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap suatu
proses tertentu. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya
suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Dengan demikian, pendekatan
pengembangan kurikulum menunjuk pada titik tolak atau sudut pandang secara umum
tentang proses pengembangan kurikulum. Pendekatan-pendekatan yang digunakan,
yakni: (https://yudiradityatama.wordpress.com/2014/11/12/beberapa-pendekatan-dalam-pengembangan-kurikulum-pendidikan-dasar-makalah-oleh-yudi-irawan-nim-14760019-program-megister-pendidikan-guru-madrasah-ibtidaiyah-sekolah-pascasarjana-universitas-i/, akses tanggal 4 April 2016).
1. Pendekatan Subjek Akademik
Pada pendekatan subjek akademik menggunakan
bidang studi atau mata pelajaran sebagai dasar organisasi kurikulum, misalnya
matematika, sains, sejarah, geografi, atau IPA, IPS, dan sebagainya seperti
yang lazim didapati dalam system pendidikan sekarang ini disemua sekolah dan
perguruan tinggi. Yang diutamakan dalam pendekatan ini adalah penguasaan bahan
dan proses dalam disiplin ilmu tertentu. Karena setiap ilmu pengetahuan
memiliki sistematisasi tertentu dan berbeda dengan sistematisasi ilmu lainnya.
Pengembagan kurikulum subyek akademik
dilakukan dengan cara menetapkan terlebih dahulu mata pelajaran apa yang harus
dipelajari peserta didik, yang diperlukan untuk (persiapan) pengembangan
disiplin ilmu.
Dari pendekatan subjek akademik ini
diharapkan agar peserta didik dapat menguasai semua pengetahuan yang ada di
kurikulum tersebut. Karena kurikulum sangat mengutamakan pengetahuan maka
pendidikan lebih bersifat intelektual. Kurikulum subjek akademik tidak berarti
hanya menekankan pada materi yang disampaikan, dalam perkembangannya secara
berangsur-angsur memperhatikan proses belajar yang dilakukan siswa. Proses
belajar yang dipilih sangat bergantung pada hal apa yang terpenting dalam
materi tersebut. Sekurang-kurang ada tiga pendekatan dalam perkembangan
Kurikulum Subjek Akademis.
.
2. Pendekatan Humanistik
Pada pendekatan humanistik berpusat pada
siswa, jadi student centered, dan mengutamakan perkembangan afektif siswa
sebagai prasyarat dan sebagai bagian integral dari proses belajar. Menurut
Somantrie dalam Abdullah Idi, bahwa pada pendekatan humanistik prioritasnya
adalah pengalaman belajar yang diarahkan terhadap tanggapan minat, kebutuhan
dan kemampuan anak. Permasalahan yang perlu disadari adalah bahwa materi
bukanlah tujuan. Dengan demikian, keberhasilan pendidikan tidak semata-mata
diukur dengan lancarnya proses transmisi nilai-nilai (dalam hal ini materi
pelajaran yang terformat dalam kurikulum), melainkan lebih dari sekadar hal
itu. Pendidikan humanistik menganggap materi pendidikan lebih merupakan sarana,
yakni sarana untuk membentuk pematangan humanisasi peserta didik, jasmani dan
ruhani secara gradual.
Jadi dari hal tersebut dapatlah kita pahami
bahwa pada pendekatan humanistik tujuan dari pendidikan itu bukan hanya pada
nilai-nilai yang dapat dicapai pesera didik tapi lebih kepada pembentukan
perubahan pada peserta didik, baik secara jasmani maupun ruhani. Selanjutnya
siswa hendaknya diturut sertakan dalam penyelenggaraan kelas dan keputusan
instruksional. Dan siswa hendaknya turut serta dalam pembuatan, pelaksanaan,
dan pengawasan peraturan sekolah. Siswa hendaknya diperbolehkan memilih
kegiatan belajar, dan siswa boleh membuktikan hasil belajarnya melalui berbagai
macam karya atau kegiatan.
Pendidikan yang humanistik memandang manusia
sebagai manusia, yakni makhluk hidup ciptaan Allah dengan fitrah-fitrah
tertentu. Sebagai makhluk hidup, ia harus melangsungkan, mempertahankan, dan
mengembangkan hidupnya. Sebagai pribadi, manusia juga sebagai makhluk social
yang memilki hak-hak sosial dan harus menunaikan kewajiban-kewajiban sosialnya.
Dalam kurikulum humanistik, guru diharapkan
dapat membangun hubungan emosional yang baik dengan peserta didiknya, untuk
perkembangan individu peserta didik itu selanjutnya. Oleh karena itu, peran
guru yang diharapkan adalah sebagai berikut:
a. Mendengar pandangan realitas peserta didik
secara komprehensif
b.
Menghormati individu peserta didik, dan
c. Tampil alamiah, otentik, tidak dibuat-buat.
Tugas guru dalam kurikulum humanistik adalah
menciptakan situasi yang permisif dan mendorong peserta didik untuk mencari dan
mengembangkan pemecahan sendiri. Dan tujuan pengajaran adalah memperluas
kesadaran diri sendiri dan mengurangi kerenggangan dan keterasingan dari
lingkungan. Dari sini jelaslah bahwa pendekatan pengembangan kurikulum
humanistik ini mengaharapkan perkembangan diri siswa sehingga dapat menemukan
kepribadiannya yang hidup ditengah-tengah masyarakat.
Sebagai suatu hal yang alamiah, kurikulum
humanistik memilki beberapa kelemahan, seperti:
a.
Keterlibatan emosional tidak selamanya berdampak positif bagi
perkembangan individual peserta didik
b.
Meskipun kurikulum ini sangat menekankan individu peserta didik, pada
kenyataannya di setiap program terdapat keseragaman peserta didik
c.
Kurikulum ini kurang memerhatikan kebutuhan masyarakat secara
keseluruhan, dan
d.
Dalam kurikulum ini, prinsip-prinsip psikologis yang ada kurang
terhubungkan.
2.
Pendekatan Teknologis
Salah
satu ciri gloalisasi adalah pesatnya arus informasi melalui berbagai alat
teknologi seperti telepon, radio, televisi, teleconference sampai dengan
satelit, dan internet. Kehadiran teknologi perlu di manfaatkan oleh dunia
pendidikan dalam upaya pemerataan kesempatan, peningkatan mutu, relevansi dan
efesiensi pendidikan. Perspektif teknologi sebagai kurikulum ditekankan pada
efektifitas program metode dan material untuk mencapai suatu manfaat dan
keberhasilan. Teknologi memengaruhi kurikulum dalam dua cara, yaitu aplikasi
dan teori. Aplikasi teknologi merupakan suatu rencana penggunaan beragam alat
dan media, atau tahapan basis instruksi. Sebagai teori, teknologi digunakan
dalam pengembangan dan evaluasi material kurikulum dan instruksional.
Teknologi
pendidikan dalam arti teknologi alat, lebih menekankan kepada penggunaan
alat-alat teknologi untuk menunjang efisiensi dan efektifitas pendidikan.
Kurikulumnya berisikan rencana-rencana penggunaan berbagai alat dan media, juga
model-model pengajaran yang banyak melibatkan penggunaan alat. Contoh-contoh
model pengajaran tersebut adalah: pengajaran dengan bantuan film dan video,
pengajaran berprogram, mesin pengajaran, pengajaran modul. Pengajaran dengan
bantuan komputer, dan lain-lain..
3.
Pendekatan Rekonstruksionisme
Pendekatan ini disebut Rekonstuksi sosial.
Kurikulum rekonstruksi sosial sangat memperhatikan hubungan kurikulum dengan
sosial masyarakat dan politik perkembangan ekonomi. Banyak prinsip kelompok ini
yang konsisten dengan cita-cita tertinggi, contohnya masalah hak asasi kaum
minoritas, keyakinan dalam intelektual masyarakat umumnya, dan kemampuan
menentukan nasib sendiri sesuai arahan yang mereka inginkan.
Kurikulum rekonstruksi sosial bertujuan untuk
menghadapka peserta didik pada berbagai permasalahan manusia dan kemanusian.
Para pendukung kurikulum ini yakin, bahwa permasalahan yang muncul tidak harus
diperhatikan oleh “pengetahuan sosial” saja, tetapi oleh setiap disiplin ilmu.
Kegiatan yang dilakukan dalam kurikulum
rekonstruksi sosial antara lain melibatkan:
1.
Survei kritis terhadap suatu masyarakat
2.
Studi yang melibatkan hubungan antara ekonomi lokal dengan ekonomi
nasional atau internasional
3.
Studi pengaruh sejarah dan kencenderungan situasi ekonomi lokal
4.
Uji coba kaitan praktik politik dengan perekonomian
5.
Berbagai pertimbangan perubahan politik, dan
6.
Pembatasan kebutuhan masyarakat pada umumnya.
Dari pemikiran diatas, maka penyusunan dan
pengembangan kurikulum harus bertitik tolak dari problem yang dihadapi dalam
masyarakat. Pendekatan kurikulum rekonstrksi sosial ini selain menekan pada isi
pembelajaran, sekaligus juga menekankan pada proses pendidikan dari pengalaman
belajar. Ini dikarenakan, pendekatan rekonstruksi sosial berasumsi bahwa,
manusia adalah makhluk sosial yang sepanjang kehidupannya membutuhkan orang
lain, selalu bersama, berinteraksi dan bekerjasama. Dari pendekatan kurikulum
rekonstruksi sosial ini, nantinya diharapkan peserta didik mempunyai tanggung
jawab dalam masyarakatnya guna membantu pemerintah dalam perbaikan-perbaikan
dalam masyarakatnya yang lebih baik lagi kedepannya.
2.5 KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi)
2.5.1
Pengertian Kurikulum Berbasis Kompetensi
Kompetensi merupakan perpaduan dari
pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan
berfikir dan bertindak. Menurut Crunkilton (1979 : 222) dalam Mulyasa, (2004 :
77) mengemukakan bahwa “kompetensi ialah sebagai penguasaan terhadap suatu
tugas, keterampilan, sikap dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang
keberhasilan”. Hal tersebut menunjukkan bahwa kompetensi mencakup tugas,
keterampilan, sikap dan apresiasi yang harus dimiliki oleh peserta didik untuk
dapat melaksanakan tugas-tugas pembelajaran sesuai dengan jenis pekerjaan
tertentu. Dengan demikian terdapat hubungan (link) antara tugas-tugas yang
dipelajari peserta didik di sekolah dengan kemampuan yang diperlukan oleh
kerja.
Berdasarkan
pengertian kompetensi di atas, maka kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dapat
diartikan sebagai suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan
kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performasi
tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik berupa
penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu. KBK diarahkan untuk
mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat
peserta didik agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan,
dan keberhasilan dengan penuh tanggung jawab.
Dari
pendapat di atas dapat dipahami bahwa kurikulum berbasis kompetensi
berorientasi pada kreativitas individu untuk melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran
dan efek (dampak) yang diharapkan yang muncul dari peserta didik melalui
serangkaian pengalaman belajar yang bermakna, dan keberagaman yang dapat
dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya. Rumusan kompeten dalam kurikulum
berbasis kompetensi ini merupakan pernyataan apa yang diharapkan dapat
diketahui, disikapi, atau dilakukan siswa dalam setiap tingkatan kelas dan
Madrasah, sekaligus menggambarkan kemajuan siswa yang dicapai secara bertahap
dan berkelanjutan untuk menjadi kompeten.
2.5.2 Karakteristik
Kurikulum Berbasis Kompetensi
Karakteristik
berbasis kompetensi antara lain mencakup seleksi kompetensi yang sesuai,
spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan kesuksesan pencapaian
kompetensi dan pengembangan sistem pembelajaran (Mulyasa, 2006 : 42). Di
samping itu KBK memiliki sejumlah kompetensi yang harus dikuasai peserta didik.
Penilaian dilakukan berdasarkan standar khusus sebagai hasil demostrasi
kompetensi yang ditunjukkan oleh peserta didik, pembelajaran lebih menekankan
pada kegiatan individual personal untuk menguasai kompetensi yang
dipersyaratkan, peserta didik dapat dinilai kompetensinya.
Depdiknas
(2002) dalam Mulyasa mengemukakan bahwa kurikulum berbasis kompetensi memiliki
karakteristik sebagai berikut:
a. Menekankan pada ketercapaian kompetensi
pesertadidik baik secara individual maupun klasikal
b. Berorientasi pada hasil belajar (learning out
comes) dan keberagaman
c.
Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang
bervariasi
d. Sumber belajar bukan guru, tetapi juga sumber
belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif
e.
Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya
penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi
Dari beberapa rumusan tentang karakteristik
kurikulum berbasis kompetensi di atas jelaslah bahwa pada pencapaian kompetensi
itu dilihat dari cara penyampaian materi oleh guru dan metode yang digunakan
dalam pembelajaran lebih lanjut dikatan bahwa penilaian Kurikulum Berbasis
Kompetensi adalah dilihat dalam kompetensi guru dalam persiapan mengajar,
artinya ada upaya guru untuk menguasai materi yang memenuhi syarat atau unsur
edukatif. Karena yang diinginkan dalam kompetensi ini adalah menekankan pada
kualitas siswa, dan hasil belajar yang dicapai.
2.5.3
Prinsip Kurikulum Berbasis Kompetensi
Sesuai
dengan prinsip diversifikasi dan desentralisasi pendidikan maka pengembangan
kurikulum ini digunakan prinsip dasar “kesatuan dalam kebijakan dan keberagaman
dalam pelaksanaan” prinsip kesatuan dalam kebijakan yaitu dalam mencapai tujuan
pendidikan perlu ditetapkan standar kompetensi yang harus dicapai secara
nasional, pada setiap jenjang pendidikan. Sedangkan prinsip keberagaman dalam
pelaksanaan yaitu dalam menyelenggarakan pendidikan yang meliputi perencanaan
dan pelaksanaan kegiatan pembelajaran penilaian dan pengelolaannya
mengakomodasikan perbedaan yang berkaitan dengan kesiapan dan potensi akademik,
minat lingkungan, budaya, dan sumber daya sekolah sesuai dengan karakteristik
satuan pendidikan masing-masing.
Pengembangan
kurikulum merupakan suatu proses yang kompleks, dan melibatkan berbagai faktor
yang saling terkait” (Mulyasa, 2002: 61).
Pengembangan
Kurikulum Berbasis Kompetensi menfokuskan pada kompetensi tertentu berupa
pedoman pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang didemostrasikan peserta didik
sebagai wujud pemahaman terhadap konsep yang dipelajarinya. Penerapan kurikulum
berbasis kompetensi memungkinkan para guru menilai hasil belajar yang
mencerminkan penguasaan dan pemahaman terhadap apa yang dipelajarinya. Secara
rinci pengembangan KBK mempertimbangkan hal-hal berikut:
a. Keimanan, nilai-nilai dan budi pekerti luhur
yang perlu digali, dipahami dan damalkan siswa.
b. Penguatan integritas nasional yang dicapai
melalui pendidikan
c.
Keseimbangan berbagai bentuk pengalaman belajar siswa yang meliputi etika,
logika, estetika dan kinestetika
d. Penyediaan tempat yang memberdayakan semua
siswa untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap sangat diutamakan
seluruh siswa dari berbagai kelompok
e.
Kemampuan berfikir dan belajar dengan mengakses, memilih, dan menilai
pengetahuan untuk mengatasi situasi yang cepat beruibah dan penuh
ketidakpastian merupakan kompetensi penting dalam menghadapi perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
f.
Berpusat pada anak dengan penilaian yang berkelanjutan dan komperehensif
(Sujatmiko, 2003: 7).
Sedangkan
prinsip dasar kegiatan belajar mengajar yang dikembangkan dalam KBK adalah
mengembangkan kemampuan berfikir logis, kritis, kreatif, bersikap dan
bertanggung jawab pada kebiasaan dan prilaku sehari-hari melalui pembelajaran
secara aktif yaitu:
a. Berpusat pada siswa
b. Mengembangkan keingintahuan dan imajinasi
c.
Memiliki semangat mandiri kerjasama dan berkompetensi perlu dilatih
untuk terbiasa bekerja mandiri, kerjasama dan berkompetensi
d. Menciptakan kondisi yang menyenangkan
e.
Mengembangkan kemampuan dan pengalaman belajar
f.
Karakteristik mata pelajaran (Depdiknas, 2003:10) (http://membumikan-pendidikan.blogspot.co.id/2014/07/pengertian-kurikulum-berbasis-kompetensi.html, akses tanggal 4 April 2016)
2.6
KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
Pengertian
KTSP KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun, dikembangkan, dan
dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan dengan memperhatikan standar
kompetensi dan kompetensi dasar yang dikembangkan Badan Standar Nasional
Pendidikan ( BSNP ). Konsep Dasar KTSP Dalam Standar Nasonal Pendidikan (SNP
Pasal 1, ayat 15) dikemukakan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing
satuan pendidikan. Penyusunan KTSP
dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan dan berdasarkan standar
kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP). KTSP disusun dan dikembangkan berdasarkan Undang-undagn No.
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 36 ayat 1), dan 2)
sebagai berikut. 1.Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar
nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. 2.Kurikulum
pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip
diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta
didik. Beberapa hal yang perlu dipahami dalam kaitannya dengan kurikulum
tingkat satuan pendidikan (KTSP) adalah sebagai berikut: KTSP dikembangkan
sesuai dengan kondisi satuan pendidikan, potensi dan karakteristik daerah,
serta social budaya masyarakat setempat dan peserta didik. Sekolah dan komite
sekolah mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya
berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, dibawah
supervise dinas pendidikan kabupaten/kota, dan departemen agama yang
bertanggungjawab di bidang pendidikan. Kurikulum tingkat satuan pendidikan
untuk setiap program studi di perguruan tinggi dikembangkan dan ditetapkan oleh
masing-masing perguruan tinggi dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.
KTSP merupakan strategi pengembangan kurikulum untuk mewujudkan sekolah yang
efektif, produktif, dan berprestasi.
Landasan KTSP
pertama UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, kedua PP No. 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, ketiga Permendiknas No. 22 Tahun
2006 tentang Standar Isi, keemapat Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang
Standar Kompetensi Lulusan, kelima Permendiknas No. 24 Tahun 2006 tentang pelaksanaan
Permendiknas No. 22 dan 23 Tahun 2006: http://alvyanto.blogspot.com/2010/04/kurikulum-tingkat-satuan-pendidikan. (http://alvyanto.blogspot.co.id/2010/04/kurikulum-tingkat-satuan-pendidikan.html, akses tanggal 4 April 2016).
2.7
Faktor-faktor Penyebab Perubahan Kurikulum
Di antara sebagian kecil daripada
faktor-faktor penyebab perubahan kurikulum adalah sebagai berikut:
a.
Adanya perkembangan dan
perubahan bangsa yang satu dengan yang lain.
Perubahan perhatian dan perluasan bentuk pembelajaran
harus mendapat perhatian. Perubahan praktek pendidikan di suatu Negara harus
mendapan perhatian serius, agar pendidikan di Negara kita tidak ketinggalan
zaman. Tetapi tentu perubahan kurikulum harus disesuaikan denga kondisi
setempat, kurikulum Negara lain tidak sepenuhnya diadopsi karena adanya
perbedaan-perbedaan baik ideologi, agama, ekonomi, sosial, maupun budaya.
b.
Berkembangnya industri dan
produksi atau teknologi.
Pesatnya perubahan di bidang teknologi harus
disikapi dengan cepat, karena kalau tidak demikian maka output dari lembaga
pendidikan akan menjadi makhluk terasing yang akanhidup di dunianya. Kurikulum
harus mampu menciptakan manusia-manusia yang siap pakai di segala bidang yang
diminatinya, bahkan mampu menciptakan dunia sendiri yang baru bukan hanya mampu
mengikuti dunia itu.
c.
Orientasi politik dan
praktek kenegaraan.
Praktek politik kenegaraan memegang peranan
penting dalam perubahan kurikulum. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa pendidikan
termasuk kurikulum itu tidak dapat terlepas dari perpolitikan suatu bangsa.
Oleh karena itulah orientasi politik Negara harus diarahkan pada pemantapan
demokrasi yang sejati, sehingga sistem pendidikan akan berjalan dengan baik
tanpa dibayangi ketakutan terhadap kekuasaan atau penguasa.
d.
Pandangan intelektual yang
berubah
Selama ini pendidikan di Indonesia lebih diarahkan pada
pencapaian materi sebanyak-banyaknya daripada mencapai suatu kemampuan tau
kompetensi tertentu. Sehingga outputnya kurang berkualitas di bandingkan dengan
Negara lain. Untuk meningkatkan kualitas itulah maka pemerintah mengupayakan
dilaksanakannya kurikulum berbasis kompetensi (KBK) yang dirintis seja tanggal
26 Juni 2002, kemudian pada tahun 2006 diberlakukan kurikulum baru yaitu KTSP
dan sekarang mulai dirintis kurikulum terbaru yaitu Kurikulum 2013 dengan basis
yang sanma dengan perubahan dan penekanan pada aspek tertentu.
e.
Pemikiran baru mengenai
proses belajar-mengajar
Banyak sekali pemikiran, konsep atau teori baru dalam
proses pembelajaran, walaupun pemikiran itu kadang hanyalah perubahan pada titik
tekannya saja. Misalnya mengenai active learningatau (CBSA), contextual
learning, quntum teaching-learning dan lain-lain, untuk dapat mengaktifkan
seorang individu siswa dan mengaktifkan kelompok.
f.
Perubahan dalam masyarakat
Masyarakat adalah suatu komunitas yang dinamis dan akan
selalu berubah, baik perubahan kearah positif maupun negatif perubahan positif
antara lainadalah kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan pendidikan anak,
terutama lagi kalangan menengah ke atas, dengan menyediakan fasilitas yang
memadai seperti alat komunikasi, transportasi, komputer dan internet. Perubahan
kearah negatif sesungguhnya lebih banyak terjadi akibat efek tidak baik karena
kemudahan-kemudahan yang dialami oleh manusia modern, seperti mudahnya
berkomunikasi antar individu yang kemudian disalahgunakan untuk kejahatan.
(http://www.liontinbatuakik.com/2014/04/faktor-penyebab-perubahan-kurikulum.html,
akses tanggal 4 April 2016).
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Fungsi kurikulum dalam pendidikan tidak lain
merupakan alat untuk mencapai tujuan pendididkan.dalam hal ini, alat untuk
menempa manusia yang diharapkan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Pendidikan suatu bangsa dengan bangsa lain tidak akan
sama karena setiap bangsa dan Negara mempunyai filsafat dan tujuan pendidikan
tertentu yang dipengaruhi oleh berbagai segi, baik segi agama, idiologi,
kebudayaan, maupun kebutuhan Negara itu sendiri. Dsdengan demikian, dinegara
kita tidak sama dengan Negara-negara lain, untuk itu, maka: 1) Kurikulum
merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, 2) Kuriulum merupakan
program yang harus dilaksanakan oleh guru dan murid dalam proses belajar
mengajar, guna mencapai tujuan-tujuan itu, 3) kurikulum merupakan pedoman guru
dan siswa agar terlaksana proses belajar mengajar dengan baik dalam rangka
mencapai tujuan pendidikan.
3.2 Saran
Sesuai dengan perkembangan dan ilmu
pengetahuan sebaiknya kurikulum disesuaikan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan. Kurikulum perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan
dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Perubahan kurikulum harus mengacu
pada sumber hukum yaitu pancasila dan Undang-undang dasar 1945.
DAFTAR
PUSTAKA
http://ulfahkhusnaini23.blogspot.co.id/2014/11/definisi-peran-fungsi-prinsip-dan.html, akses
tanggal 3 April 2016
http://wisnucorner.blogs.uny.ac.id/2015/10/13/landasan-dan-prinsip-pengembangan-kurikulum/, akses tanggal 3 April 2016
https://yudiradityatama.wordpress.com/2014/11/12/beberapa-pendekatan-dalam-pengembangan-kurikulum-pendidikan-dasar-makalah-oleh-yudi-irawan-nim-14760019-program-megister-pendidikan-guru-madrasah-ibtidaiyah-sekolah-pascasarjana-universitas-i/, akses tanggal 4 April 2016
Depdiknas, 2003:10)
(http://membumikan-pendidikan.blogspot.co.id/2014/07/pengertian-kurikulum-berbasis-kompetensi.html, akses tanggal 4 April 2016
http://alvyanto.blogspot.com/2010/04/kurikulum-tingkat-satuan-pendidikan, akses tanggal 4 April 2016
http://alvyanto.blogspot.co.id/2010/04/kurikulum-tingkat-satuan-pendidikan.html, akses tanggal 4 April 2016
http://www.liontinbatuakik.com/2014/04/faktor-penyebab-perubahan-kurikulum.html,
akses tanggal 4 April 2016