Jumlah Pengunjung

109,373

Rabu, 28 Desember 2016

KALIMAT ADJEKTIVA



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
            Dalam berbahasa, baik secara lisan maupun tulis, kita sebenarnya tidak mengunakan kata-kata secara lepas. Akan tetapi, kata-kata itu terangkai mengikuti aturan atau kaidah yang berlaku sehingga terbentuklah rangkaian kata yang dapat mengungkapkan gagasan, pikiran, atau perasaan. Rangkaian kata yang dapat mengungkapkan gagasan, pikiran, atau perasaan itu dinamakan kalimat.Kalimat yang kita gunakan sesungguhnya dapat dikembalikan ke dalam sejumlah kalimat dasar yang sangat terbatas. Dengan perkataan lain, semua kalimat yang kita gunakan berasal dari beberapa pola kalimat dasar saja.
Kalimat dalam ragam resmi, baik lisan maupun tertulis, harus memiliki subjek (S) dan predikat (P). kalau tidak memiliki unsur subjek dan unsur predikat, pernyataan itu bukanlah kalimat. Dengan kata yang seperti itu hanya dapat disebut sebagai frasa. Inilah yang membedakan kalimat dengan frasa. Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Dalam wujud lisan kalimat diucapkan dengan suara naik turun, dan keras lembut, disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi akhir. Dalam wujud tulisan berhuruf latin kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. (.), tanda tanya (?) dan tanda seru (!).
Sesuai dengan kebutuhan kita masing-masing, kalimat dasar tersebut kita kembangkan, yang pengembangannya itu tentu saja harus didasarkan pada kaidah yang berlaku. Berdasarkan uraian diatas, maka makalah ini membahas mengenai pola dasar kalimat berdasarkan kaidah-kaidah yang berlaku. Kalimat merupakan primadona dalam kajian bahasa. Hal ini disebabkan antara lain karena dengan perantaraan kalimatlah seorang guru atau dosen dapat menyampaikan maksud secara lengkap dan jelas.Satuan bentuk bahasa yang sudah kita kenal sebelum sampai pada ttaran kalimat adalah kata (mis.tidak ) dan frasa atau kelompok kata (mis. tidak tahu).
Kata dan frasa tidak dapat mengungkapkan suatu maksud secara lengkap dan jelas, kecuali jika kata dan frasa itu sedang berperan dalam kalimat minor atau merupakan jawaban sebuah pernyataan. Untuk dapat berkalimat dengan baik perlu kita pahami terlebih dahulu sturuktur dasar suatu kalimat.
Sebuah kalimat umumnya terdiri dari rentetan kata yang disusun sesuai dengan kaidah yang berlaku pada masing-masing bahasa. Masing-masing kata dalam kalimat tersebut mempunyai kategori atau kelas kata. Demikian pula bahasa Jawa mempunyai kelas kata, antara lain nomina, adjektiva, adverbia, dan verba. Adjektiva atau kata sifat adalah kata yang menerangkan kata benda. (Kridalaksana, 1983:3). Dalam bahasa Jepang, adjektiva disebut keiyoushi. Menurut Kitahara via Dahidi dan Sudjianto (2004:154) keiyoushi adalah kelas kata yang menyatakan sifat atau keadaan berbagai keadaan, berfungsi sebagai predikat dan atribut. Keadaan yang dimaksud pada kalimat tersebut dapat berupa keadaan benda dan perasaan.


1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan di atas, maka masalah yang akan kami bahas adalah sebagai berikut :
1.      Apa pengertian Adjektiva?
2.      Bagaimanakah bentuk dari Adjektiva?
3.      Bagaimana perilaku sintaksis Adjektiva?
4.      Bagaimana perilaku semantic Adjektiva?

1.3  TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui pengerian dari Adjektiva.
2.      Untuk mengetahui Bentuk Adjektiva.
3.      Untuk mengetahui perilaku sintaksis Adjektiva
4.      Untuk mengetahui perilaku semantic Adjektiva.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Adjektiva
Secara tradisional, adjektiva dikenal sebagai kata yang mengungkapkan kualitas
atau keadaan suatu benda. Alwi et al (2003:171) berpendapat bahwa adjektiva adalah
kata yang memberikan keterangan yang lebih khusus tentang sesuatu yang dinyatakan
oleh nomina dalam kalimat. Chaer mengemukakan ciri-ciri yang dimiliki adjektiva, yaitu kata-kata yang dapat diikuti dengan kata keterangan sekali serta dapat dibentuk menjadi kata ulang berimbuhan gabung se – nya, misalnya kata-kata berikut :
(1) indah ( indah sekali, seindah-indahnya)
jauh ( jauh sekali, sejauh-jauhnya)
baik ( baik, sebaik-baiknya)
Effendi (1995), Alwi et al (2003:171), dan Kridalaksana (2005:59) mengungkapkan ciri-ciri adjektiva ini lebih terperinci, yaitu adjektiva merupakan kategori yang memiliki kemungkinan untuk (1) bergabung dengan partikel tidak, (2) mendampingi nomina, atau (3) didampingi partikel seperti lebih, sangat, agak, (4) dapat hadir berdampingan dengan kata lebihdaripada… atau paling untuk menyatakan tingkat perbandingan, (5) mempunyai ciri-ciri morfologis, seperti – er , - if , (6) dapat dibentuk menjadi nomina dengan konfiks ke – an, (7) dapat berfungsi atributif, predikatif, dan pelengkap.

2.2  Bentuk Adjektiva
Dari segi morfologisnya, Alwi et al membagi adjektiva menjadi dua, yaitu (a)
adjektiva dasar yang selalu monomorfemis dan (b) adjektiva turunan yang selalu
polimorfemis. Selanjutnya adjektiva turunan ini dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu (1)
adjektiva berafiks, (2) adjektiva bereduplikasi, dan (3) adjektiva yang berasal dari
berbagai kelas.



2.2.1 Adjektiva Dasar
Sebagian besar adjektiva dasar merupakan bentuk yang monomorfemis, meskipun
ada yang berbentuk perulangan semu. Perhatikan contoh berikut.
(2) arif, anggun, rajin, malas, besar, mewah, putih, pura-pura, sia-sia
2.2.2  Adjektiva Turunan (Polimorfemis)
(a) Adjektiva turunan berafiks, misalnya dengan prefiks se- , contoh
(3) secantik, semahal, sekotor, seluas
dan dengan prefiks ter-, contoh
(4) terpandai, terlama, terhormat, terbaru
(b) Adjektiva hasil pengafiksan dengan infiks atau sisipan – em – pada nomina, adjektiva,
dan verba, contoh
(5) gemetar, gemuruh, gemerlap, kemilau, temaram, semerbak, sinambung
(c) Adjektiva hasil pengafiksan dengan sufiks merupakan hasil penyerapan adjektiva
berafiks – i, - iah, atau – wi dan yang berafiks – if, - er, - al, - is, contoh
(6) alami, abadi, insani, batiniah, rohaniah, ilmiah, manusiawi, duniawi,
surgawi
(7) aktif, agresif, parlementer, komplementer, normal, struktural, praktis, teknis
(d) Adjektiva hasil pengafiksan ke – R – an atau ke – an, misalnya
(8) kebelanda – belandaan, kemalu – maluan, kebiru – biruan, kesakitan,
kesepian
(e) Adjektiva turunan bereduplikasi, contoh
(9) elok-elok, kecil-kecil, muda-muda, gagah-gagah
(f) Adjektiva yang mirip dengan bentuk berulang, yaitu yang merupakan hasil
penggabungan sinonim atau antonim, contoh
(10) indah jelita, gelap gulita, arif bijaksana,siap sedia,tua muda, baik buruk,
besar kecil, kaya miskin, tinggi rendah
(g) Adjektiva majemuk yaitu adjektiva yang merupakan gabungan morfem terikat dengan morfem bebas dan ada yang merupakan gabungan dua morfem bebas. Kridalaksana menyebut adjektiva gabungan morfem terikat dengan morfem bebas dengan istilahadjektiva majemuk subordinatif, dan adjektiva gabungan dua morfem bebas dengan istilah adjektiva majemuk koordinatif. Misalnya :
(11) nirgelar, pascalahir, tunanetra, mahabesar, semipermanen, balik adab
(12) baik budi, sehat walafiat, gagah berani, gagal total, suka duka
Termasuk di dalamnya bentuk – bentuk yang tergolong idiom. Artinya makna bentuk
gabungan itu tidak dapat dijabarkan dari penjumlahan makna unsur – unsurnya, misalnya
(13) berat hati, gila pangkat, jinak – jinak merpati, tua – tua keladi, kurang ajar
(h) Adjektiva yang berasal dari berbagai kelas. Kridalaksana berpendapat ada lima kelas
kata yang dapat berpindah menjadi kelas kata adjektiva, yaitu kelas kata verba, nomina,
adverbia, numeralia, interjeksi, misalnya
(14) deverbalisasi :
melengking, mencekam, terbuka, terpaksa, tersinggung, menyesal
(15) denominalisasi :
ahli, angin – angin, meradang, melembaga, luas, berbusa
(16) deadverbialisasi :
berkurang, bertambah, mungkin, bersungguh – sungguh
(17) denumeralia :
manunggal, mendua, menyeluruh
(18) deinterjeksi :
aduhai, asoi, sip, wah, yahud


2.3  Perilaku Sintaktis Adjektiva
2.3.1 Adjektiva Sebagai Pewatas
Pada tataran frasa, misalnya frasa nominal, yang nominanya menjadi subjek,
objek atau pelengkap dikatakan adjektiva dipakai secara atributif. Maksudnya, adjektiva
itu hanya menerangkan suatu inti frasa nominal. Pada umumnya adjektiva dalam frasa
nominal terletak di sebelah kanan nomina. Amati contoh berikut :
(19) orang baik
(20) gadis cantik dan lembut
Pada frasa orang baik (19), adjektiva baik menerangkan nomina orang. Dengan kata lain, adjektiva baik merupakan atribut dan orang merupakan intinya. Pada frasa gadis cantikdan lembut (20), adjektiva cantik dan lembut menerangkan nomina gadis. Konstituencantik dan lembut pada frasa tersebut merupakan atribut yang berupa frasa adjektiva yang bersifat koordinatif. Oleh karena itu, kedua konstituen di dalam frasa adjektiva itu mempunyai kedudukan yang sama sehingga frasa gadis cantik dan lembut dapat dijadikan dua frasa, yaitu frasa gadis cantik dan frasa gadis lembut. Nomina gadis
merupakan inti, sedangkan cantik dan lembut merupakan atribut.
Selain bertempat di sebelah kanan nomina, adjektiva dapat pula menempati posisi di sebelah kiri nomina, seperti pada contoh berikut
(21) Masakan ibu harum aromanya.
(22) Sepatu – sepatu dari luar negeri biasanya mahal harganya.
Butir harum pada frasa harum aromanya (21), dan mahal pada frasa mahal harganya
(22) merupakan adjektiva yang terletak pada posisi kiri inti frasa. Yang menjadi inti pada frasa-frasa tersebut adalah nomina, yaitu aromanya (21) dan harganya (22).
Adjektiva dapat bergabung dengan preposisi dan membentuk frasa preposisional,
seperti tampak pada kalimat berikut :
(23) Jelaskan secara singkat pembagian kasus di dalam bahasa Jerman!
(24) Nindita membaca petunjuk pemakaian obat itu dengan cermat.
Frasa secara singkat (23) dan dengan cermat (24) tersebut merupakan frasa
preposisional karena frasa itu ditandai oleh preposisi secara dan dengan. Frasa preposisional ini terdiri atas preposisi dan komplemen. Yang menjadi komplemen frasa
pada contoh tersebut adalah adjektiva singkat dan cermat. Dengan demikian, adjektiva
yang bersifat atributif hanya dapat mewatasi inti yang berupa nomina, sedangkan jika adjektiva menjadi komplemen suatu frasa, frasa itu sebagain besar berupa frasa preposisional.


2.3.2  Adjektiva sebagai Inti
Selain dapat berfungsi sebagai atribut, adjektiva juga dapat berfungsi sebagai inti dalam frasa adjektival. Chaer ( 2006: 321) mengistilahkan frasa adjektivak ini dengan frasa sifat, yang biasa menjadi unsur predikat di dalam kalimat, dan mempunyai dua macam struktur, yaitu : (a) M – D, dan (b) D – M. Perhatikan contoh berikut.
(31) Dia agak bingung dalam memilih salah satu dari mata kuliah yang
ditawarkan dosen walinya.
(32) Karena tidak sabar, wanita itu mencubit anaknya, yang dari tadi menangis
meminta es krim.
Tampak bahwa bingung pada agak bingung (31), dan sabar pada tidak sabar (32) merupakan adjektiva yang menjadi inti pada frasa tersebut, sedangkan kata agak dan tidak merupakan adverbia yang berfungsi sebagai pewatas. Frasa adjektival / sifat ini memiliki struktur M – D. Kata pertama sebagai M adalah kata keterangan derajat atau adverbia, dan kata kedua sebagai unsur D adalah adjektiva.
(33) Pemandangan dari puncak Nangorak indah sekali.
(34) Dia pandai sekali dalam mata pelajaran Geografi.
(35) Pemuda itu memakai kemeja berwarna biru langit.
(36) Sepatu merah jambu itu sangat cocok dipakai Yasinta.
Jelas terlihat bahwa indah pada indah sekali (33) dan pandai pada pandai sekali (34)merupakan adjektiva yang menjadi inti pada frasa tersebut, sedangkan kata sekali
merupakan adverbia yang berfungsi sebagai pewatas. Selanjutnya, kata biru pada biru
langit (35), dan merah pada merah jambu (36) juga merupakan adjektiva yang menjadi
inti pada frasa tersebut, sedangkan kata langit dan jambu merupakan nomina yang
berfungsi sebagai pewatas. Frasa adjektival indah sekali (33), pandai sekali (34), biru
langit (35), dan merah jambu (36) memiliki struktur D – M. Kata pertama sebagai unsur
D adalah adjektiva dan kata kedua sebagai unsur M merupakan adverbia pada (33 dan
34), dan pada (35 dan 36) adalah nomina.
Selanjutnya, Verhaar (2001:360) membagi jenis frasa adjektival berdasarkan
konstituen bawahan menjadi enam, yaitu :
(a)    frasa adjektival dengan konstituen pemodifikasi penegas negatif, misalnya:
tidak sehat, kurang baik ; dengan penegas refleksif, misalnya : mawas
diri, bangga diri ; dengan penegas modal, misalnya : kiranya setuju, ruparupanya tidak puas
(b) frasa adjektival dengan konstituen nomina milik tak terasingkan, misalnya: teman yang angkuh hatinya, orang yang lanjut usianya
(c) frasa adjektival dengan konstituen pembaku pada komparatif, misalnya :
alasan yang lebih jelas daripada yang lain itu, mobil yang lebih murah
daripada mobil Amerika ; pada superlatif, misalnya : orang yang terkaya
di dunia ; pada ekuatif, misalnya : rak buku setinggi itu, bintang sebesar
matahari
(d) frasa adjektival dengan konstituen adverbia (atau frasa adverbial) derajat,
misalnya : sukar semata-mata, jahat belaka
(e) frasa adjektival dengan konstituen nomina pengukur, misalnya : jalan
yang lebih lebar tiga meter, lima kali sebesar itu
(f) frasa adjektival dengan konstituen nomina “aspek”, misalnya : orang yang
jujur dalam hal ini, profesor yang terkenal di bidang kimia.

2.3.3  Adjektiva dengan Fungsi Predikatif
Adjektiva menjalankan fungsi predikat atau pelengkap dalam klausa dan kalimat
dikatakan dipakai secara predikatif. Seperti tampak pada kalimat berikut.
(37) Tubuh gadis itu langsing.
(38) Jendela rumahnya besar dan menghadap ke taman dengan kolam besar di
tengah-tengahnya.
(39) Sepatu anak itu kebesaran.
(40) Berita itu sangat menggembirakan.
(41) Senja itu langit kemerah-merahan.
Kata langsing dan besar pada kalimat (37 dan 38) teresbut adalah adjektiva
monomorfemis yang berfungsi sebagai predikat. Kata kebesaran, menggembirakan, dan
kemerah-merahan pada kalimat (39, 40, dan 41) merupakan adjektiva polimorfemis yang dapat juga menduduki fungsi predikatif.


2.3.4 Adjektiva dengan Fungsi Pelengkap
Pelengkap merupakan suatu fungsi sintaksis yang dapat diisi oleh adjektiva dan
merupkan bagian predikat verbal. Pelengkap pada umumnya berada di sebelah kanan
predikat dan dapat didahului oleh preposisi. Selain itu jika kalimat dipasifkan, pelengkap tidak dapat dijadikan subjek. Hubungan antara predikat verba dan pelengkap sangatlah erat dan tidak dapat dipisahkan (Sasangka et al, 2000: 52). Fungsi pelengkap yang diisi oleh adjektiva tampak pada contoh berikut:
(42) Tanaman – tanaman yang telah dibersihkan dan disiram terlihat segar.
(43) Hidup secara ekonomis tidak berarti melarat.
(44) Tiba – tiba siang itu menjadi gelap sehingga kendaraan bermotor harus
menyalakan lampu.
Kata segar, melarat, dan gelap pada kalimat (42 – 44) di atas merupakan adjketiva monomorfemis yang berfungsi sebagai pelengkap dan mengikuti predikat kalimat, yaitu :
terlihat (42), berarti (43), dan menjadi (44).
(45) Peralihan generasi itu bersifat alamiah.
(46) Perilaku gadis itu sangat keibuan.
(47) Dia merasa tersanjung dengan pujian pemuda itu.
Jika kalimat (45 – 47) dicermati, tampak bahwa alamiah, keibuan, dan tersanjung merupakan adjektiva polimorfemis yang menduduki fungsi pelengkap. Adjektiva alamiah merupakan hasil pengafiksan dengan sufiks – iah. Adjektiva keibuan merupakan hasil pengafiksan ke- an, dan adjektiva tersanjung berasal dari verba tersanjung yang merupakan transposisi (derivasi zero). Jika adjektiva yang berfungsi sebagai pelengkap di atas dihilangkan, kesatuan pengertian konstruksi tersebut menjadi tidak utuh dan tidak gramatikal. (Sasangka, 2000: 53).

2.3.5 Adjketiva dengan Fungsi Keterangan
Keterangan merupakan unsur yang bukan inti di daalm kalimat,terutama
keterangan yang sejajar dengan subjek dan predikat atau keterangan yang menerangkan
kalimat/klausa secara keseluruhan. Hal itu berarti, bahwa tanpa ada keterangan atau letak fungsi keterangan dapat dikedepankan kalimat tetap gramatikal (`Sasangka, 2000: 55).
Perhatikan kalimat berikut.
(48) Bis malam itu berjalan cepat.
(49) Tangisan bayi itu terdengar nyaring.
Tampak bahwa kata cepat (48) dan nyaring (49) merupakan adjektiva monomorfemis
yang menduduki fungsi keterangan.


2.4  Perilaku Semantis Adjektiva
Alwi et al (2003:172) membagi adjektiva secara semantis menjadi dua tipe pokok  (a) adjektiva bertaraf yang mengungkapkan suatu kualitas, dan (b) adjektiva tak bertaraf yang mengungkapkan keanggotaan dalam suatu golongan. Pembedaan adjektiva yang bertaraf dari adjektiva yang tidak bertaraf bertalian dengan mungkin tidaknya adjektiva itu menyatakan berbagai tingkat kualitas dan berbagai tingkat bandingan. Untuk maksud itu dapat dipakai kata seperti sangat, agak, lebih, dan paling ; misalnya sangat jelas, agak luas, lebih gemuk, paling kaya. Adjektiva tak bertaraf, sebaliknya, tidak dapat diberi pewatas tersebut, misalnya : sangat buntu, agak genap, lebih kekal, paling tunggal.

2.4.1  Adjektiva Bertaraf
Adjektiva bertaraf dapat dibagi atas :
(1) adjektiva pemeri sifat, yaitu adjektiva yang dapat memerikan kualitas dan intensitas
yang bercorak fisik atau mental. Contoh :
(50) aman, bersih, cocok, dangkal, ganas, kebal, dingin, panas
(2) adjektiva ukuran, yaitu adjektiva yang mengacu ke kualitas yang dapat diukur dengan
ukuran yang sifatnya kuantitatif. Contoh :
(51) berat, ringan, pendek, tinggi, kecil, tebal, tipis
(3) adjektiva warna merupakan adjketiva yang mengacu ke berbagai warna. Contoh :
(52) merah, kuning, hijau, biru, hitam, putih, jingga, lembayung
Juga berbagai corak warna (53) dan warna dengan berbagai nuansa (54) . Cotoh :
(53) merah bata, kuning emas, hijau daun, biru langit, hitam arang, putih timah
(54) biru muda, coklat tua, semu kuning, coklat kemerah – merahan, kelabu
kehitam - hitaman
(4) adjektiva waktu, yaitu adjektiva yang mengacu ke masa proses, perbuatan, atau
keadaan berada atau berlangsung sebagai pewatas. Contoh :
(55) lama, segera, jarang, cepat, lambat, larut, singkat, mendadak
(5) adjektiva jarak mengacu ke ruang antara ruang antara dua benda, tempat, atau maujud
sebagai pewatas nomina. Contoh :
(56) jauh, lebat, dekat, rapat, akrab, renggang
(6) adjektiva sikap batin merupakan adjektiva yang bertalian dengan pengacuan suasana
hati atau perasaan. Contoh :
(57) bahagia, sayang, gembira, cemas, lembut, jahat, jemu, kagum, yakin
(7) adjektiva cerapan adalah adjektiva yang bertalian dengan pancaindera, yaitu
penglihatan (58), pendengaran (59), penciuman atau penghiduan (60), perabaan (61), dan
pencitarasaan (62). Contoh :
(58) gemerlap, suram, terang
(59) bising, gaduh, serak
(60) anyir, busuk, wangi
(61) basah, halus, keras, lembut
(62) asam, enak, kelat, lezat, manis

2.4.2 Adjektiva Tak Bertaraf
Adjektiva tak bertaraf menempatkan acuan nomina yang diwatasinya di dalam
kelompok atau golongan tertentu. Kehadirannya di dalam lingkungan itu tidak dapat
bertaraf – taraf. Sesuatu ada di dalamnya atau di luarnya. Contoh :
(63) abadi, buntu, gaib, ganda, genap, kekal, lancung, mutlak, niskala, sah, tentu,
bundar, bengkok, bulat, lonjong, lurus, tunggal, pelak







BAB III
PENUTUP

3.1  KESIMPULAN

            Kalimat adalah satuan bahasa terkecil yang dapat digunakan untuk menyampaikan ide atau gagasan. Suatu pernyataan dapat dikatakan kalimat jika di dalam pernyataan itu sekurang-kurangnya terdapat predikat dan subjek, baik disertai objek, pelengkap, atau keterangan maupun tidak, bergantung kepada tipe verba predikat kalimat tersebut. Unsur-unsur kalimat yaitu terdiri dari subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan. Kalimat didasarkan pada adanya intonasi, tanda baca, jeda, dan keterkaitannya pada konstruksi lain yang lebih besar, kalimat ditandai juga dengan kemungkinannya untuk diubah susunannya tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan makna.


















DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan dkk.2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Chaer, Abdul
-------------------.2006. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Kridalaksana, Harimurti.2005. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Sasangka, Sry Satrya T.W dkk. 2000. Adjektiva dan Adverbia dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.
Verhaar, J. W. M. 2001. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar