BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Dalam berbahasa, baik secara lisan maupun tulis, kita
sebenarnya tidak mengunakan kata-kata secara lepas. Akan tetapi, kata-kata itu
terangkai mengikuti aturan atau kaidah yang berlaku sehingga terbentuklah
rangkaian kata yang dapat mengungkapkan gagasan, pikiran, atau perasaan.
Rangkaian kata yang dapat mengungkapkan gagasan, pikiran, atau perasaan itu
dinamakan kalimat.Kalimat yang kita gunakan sesungguhnya dapat dikembalikan ke
dalam sejumlah kalimat dasar yang sangat terbatas. Dengan perkataan lain, semua
kalimat yang kita gunakan berasal dari beberapa pola kalimat dasar saja.
Kalimat dalam ragam resmi, baik lisan maupun tertulis, harus
memiliki subjek (S) dan predikat (P). kalau tidak memiliki unsur subjek dan
unsur predikat, pernyataan itu bukanlah kalimat. Dengan kata yang seperti itu
hanya dapat disebut sebagai frasa. Inilah yang membedakan kalimat dengan
frasa. Kalimat adalah satuan
bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan yang mengungkapkan pikiran yang
utuh. Dalam wujud lisan kalimat diucapkan dengan suara naik turun, dan keras
lembut, disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi akhir. Dalam wujud tulisan
berhuruf latin kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda
titik. (.), tanda tanya (?) dan tanda seru (!).
Sesuai dengan kebutuhan kita
masing-masing, kalimat dasar tersebut kita kembangkan, yang pengembangannya itu
tentu saja harus didasarkan pada kaidah yang berlaku. Berdasarkan uraian
diatas, maka makalah ini membahas mengenai pola dasar kalimat berdasarkan
kaidah-kaidah yang berlaku. Kalimat merupakan primadona dalam kajian bahasa. Hal
ini disebabkan antara lain karena dengan perantaraan kalimatlah seorang guru
atau dosen dapat menyampaikan maksud secara lengkap dan jelas.Satuan bentuk
bahasa yang sudah kita kenal sebelum sampai pada ttaran kalimat adalah kata (mis.tidak ) dan frasa atau
kelompok kata (mis. tidak tahu).
Kata dan frasa tidak dapat mengungkapkan suatu maksud
secara lengkap dan jelas, kecuali jika kata dan frasa itu sedang berperan dalam
kalimat minor atau merupakan jawaban sebuah pernyataan. Untuk dapat berkalimat
dengan baik perlu kita pahami terlebih dahulu sturuktur dasar suatu kalimat.
Sebuah kalimat umumnya terdiri dari rentetan kata yang
disusun sesuai dengan kaidah yang
berlaku pada masing-masing bahasa. Masing-masing kata dalam kalimat tersebut mempunyai kategori atau kelas
kata. Demikian pula bahasa Jawa mempunyai
kelas kata, antara lain nomina, adjektiva, adverbia, dan verba. Adjektiva atau kata sifat adalah kata
yang menerangkan kata benda. (Kridalaksana,
1983:3). Dalam bahasa Jepang, adjektiva disebut keiyoushi. Menurut Kitahara via Dahidi dan Sudjianto
(2004:154) keiyoushi adalah kelas kata yang menyatakan sifat atau keadaan berbagai keadaan, berfungsi
sebagai predikat dan atribut.
Keadaan yang dimaksud pada kalimat tersebut dapat berupa keadaan benda dan perasaan.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang
yang telah disampaikan di atas, maka masalah yang akan kami bahas adalah
sebagai berikut :
1. Apa pengertian Adjektiva?
2. Bagaimanakah bentuk dari Adjektiva?
3. Bagaimana perilaku sintaksis Adjektiva?
4. Bagaimana perilaku semantic Adjektiva?
1.3 TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui pengerian dari
Adjektiva.
2.
Untuk mengetahui Bentuk Adjektiva.
3.
Untuk mengetahui perilaku sintaksis
Adjektiva
4.
Untuk mengetahui perilaku semantic
Adjektiva.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Adjektiva
Secara
tradisional, adjektiva dikenal sebagai kata yang mengungkapkan kualitas
atau
keadaan suatu benda. Alwi et al (2003:171) berpendapat bahwa adjektiva adalah
kata
yang memberikan keterangan yang lebih khusus tentang sesuatu yang dinyatakan
oleh
nomina dalam kalimat. Chaer mengemukakan ciri-ciri yang dimiliki adjektiva,
yaitu kata-kata yang dapat diikuti
dengan kata keterangan sekali serta dapat dibentuk menjadi kata ulang berimbuhan gabung se –
nya, misalnya kata-kata berikut :
(1) indah
( indah sekali, seindah-indahnya)
jauh
( jauh sekali, sejauh-jauhnya)
baik
( baik, sebaik-baiknya)
Effendi (1995), Alwi et al (2003:171), dan Kridalaksana
(2005:59) mengungkapkan ciri-ciri adjektiva ini lebih terperinci, yaitu
adjektiva merupakan kategori yang memiliki
kemungkinan untuk (1) bergabung dengan partikel tidak, (2)
mendampingi nomina, atau (3)
didampingi partikel seperti lebih, sangat, agak, (4) dapat
hadir berdampingan dengan kata lebih…daripada…
atau paling untuk menyatakan tingkat perbandingan, (5) mempunyai ciri-ciri morfologis, seperti
– er , - if , (6) dapat dibentuk menjadi nomina dengan konfiks ke – an, (7)
dapat berfungsi atributif, predikatif, dan pelengkap.
2.2 Bentuk Adjektiva
Dari segi morfologisnya, Alwi et al membagi adjektiva
menjadi dua, yaitu (a)
adjektiva
dasar yang selalu monomorfemis dan (b) adjektiva turunan yang selalu
polimorfemis.
Selanjutnya adjektiva turunan ini dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu (1)
adjektiva
berafiks, (2) adjektiva bereduplikasi, dan (3) adjektiva yang berasal dari
berbagai
kelas.
2.2.1
Adjektiva Dasar
Sebagian besar adjektiva dasar merupakan bentuk yang
monomorfemis, meskipun
ada
yang berbentuk perulangan semu. Perhatikan contoh berikut.
(2) arif, anggun, rajin, malas,
besar, mewah, putih, pura-pura, sia-sia
2.2.2 Adjektiva Turunan (Polimorfemis)
(a)
Adjektiva turunan berafiks, misalnya dengan prefiks se- , contoh
(3) secantik,
semahal, sekotor, seluas
dan
dengan prefiks ter-, contoh
(4) terpandai,
terlama, terhormat, terbaru
(b)
Adjektiva hasil pengafiksan dengan infiks atau sisipan – em – pada
nomina, adjektiva,
dan
verba, contoh
(5) gemetar,
gemuruh, gemerlap, kemilau, temaram, semerbak,
sinambung
(c)
Adjektiva hasil pengafiksan dengan sufiks merupakan hasil penyerapan adjektiva
berafiks
– i, - iah, atau – wi dan yang berafiks – if, -
er, - al, - is, contoh
(6) alami,
abadi, insani, batiniah, rohaniah, ilmiah, manusiawi,
duniawi,
surgawi
(7) aktif,
agresif, parlementer, komplementer, normal, struktural,
praktis, teknis
(d)
Adjektiva hasil pengafiksan ke – R – an atau ke – an, misalnya
(8) kebelanda
– belandaan, kemalu – maluan, kebiru – biruan, kesakitan,
kesepian
(e)
Adjektiva turunan bereduplikasi, contoh
(9) elok-elok,
kecil-kecil, muda-muda, gagah-gagah
(f)
Adjektiva yang mirip dengan bentuk berulang, yaitu yang merupakan hasil
penggabungan
sinonim atau antonim, contoh
(10) indah
jelita, gelap gulita, arif bijaksana,siap sedia,tua
muda, baik buruk,
besar
kecil, kaya miskin, tinggi rendah
(g)
Adjektiva majemuk yaitu adjektiva yang merupakan gabungan morfem terikat dengan morfem bebas dan ada yang merupakan
gabungan dua morfem bebas. Kridalaksana menyebut
adjektiva gabungan morfem terikat dengan morfem bebas dengan istilahadjektiva
majemuk subordinatif, dan adjektiva gabungan dua morfem bebas dengan istilah adjektiva majemuk koordinatif.
Misalnya :
(11) nirgelar,
pascalahir, tunanetra, mahabesar, semipermanen, balik
adab
(12) baik
budi, sehat walafiat, gagah berani, gagal total, suka
duka
Termasuk
di dalamnya bentuk – bentuk yang tergolong idiom. Artinya makna bentuk
gabungan
itu tidak dapat dijabarkan dari penjumlahan makna unsur – unsurnya, misalnya
(13) berat
hati, gila pangkat, jinak – jinak merpati, tua – tua
keladi, kurang ajar
(h)
Adjektiva yang berasal dari berbagai kelas. Kridalaksana berpendapat ada lima
kelas
kata
yang dapat berpindah menjadi kelas kata adjektiva, yaitu kelas kata verba,
nomina,
adverbia,
numeralia, interjeksi, misalnya
(14)
deverbalisasi :
melengking,
mencekam, terbuka, terpaksa, tersinggung, menyesal
(15)
denominalisasi :
ahli,
angin – angin, meradang, melembaga, luas, berbusa
(16)
deadverbialisasi :
berkurang,
bertambah, mungkin, bersungguh – sungguh
(17)
denumeralia :
manunggal,
mendua, menyeluruh
(18)
deinterjeksi :
aduhai,
asoi, sip, wah, yahud
2.3 Perilaku Sintaktis
Adjektiva
2.3.1 Adjektiva
Sebagai Pewatas
Pada tataran frasa, misalnya frasa nominal, yang nominanya
menjadi subjek,
objek
atau pelengkap dikatakan adjektiva dipakai secara atributif. Maksudnya,
adjektiva
itu
hanya menerangkan suatu inti frasa nominal. Pada umumnya adjektiva dalam frasa
nominal
terletak di sebelah kanan nomina. Amati contoh berikut :
(19)
orang baik
(20)
gadis cantik dan lembut
Pada frasa orang baik (19), adjektiva baik menerangkan
nomina orang. Dengan kata lain, adjektiva
baik merupakan atribut dan orang merupakan intinya. Pada frasa gadis
cantikdan lembut (20), adjektiva cantik dan lembut menerangkan
nomina gadis. Konstituencantik dan lembut pada frasa tersebut
merupakan atribut yang berupa frasa adjektiva yang bersifat koordinatif. Oleh karena itu, kedua konstituen di dalam
frasa adjektiva itu mempunyai
kedudukan yang sama sehingga frasa gadis cantik dan lembut dapat dijadikan dua frasa, yaitu frasa gadis
cantik dan frasa gadis lembut. Nomina gadis
merupakan
inti, sedangkan cantik dan lembut merupakan atribut.
Selain bertempat di sebelah kanan nomina, adjektiva dapat
pula menempati posisi di sebelah
kiri nomina, seperti pada contoh berikut
(21)
Masakan ibu harum aromanya.
(22)
Sepatu – sepatu dari luar negeri biasanya mahal harganya.
Butir
harum pada frasa harum aromanya (21), dan mahal pada frasa
mahal harganya
(22)
merupakan adjektiva yang terletak pada posisi kiri inti frasa. Yang menjadi
inti pada frasa-frasa tersebut
adalah nomina, yaitu aromanya (21) dan harganya (22).
Adjektiva
dapat bergabung dengan preposisi dan membentuk frasa preposisional,
seperti
tampak pada kalimat berikut :
(23)
Jelaskan secara singkat pembagian kasus di dalam bahasa Jerman!
(24)
Nindita membaca petunjuk pemakaian obat itu dengan cermat.
Frasa secara singkat (23) dan dengan cermat (24)
tersebut merupakan frasa
preposisional
karena frasa itu ditandai oleh preposisi secara dan dengan. Frasa preposisional ini terdiri atas
preposisi dan komplemen. Yang menjadi komplemen frasa
pada
contoh tersebut adalah adjektiva singkat dan cermat. Dengan
demikian, adjektiva
yang
bersifat atributif hanya dapat mewatasi inti yang berupa nomina, sedangkan jika adjektiva menjadi komplemen suatu
frasa, frasa itu sebagain besar berupa frasa preposisional.
2.3.2 Adjektiva sebagai Inti
Selain dapat berfungsi sebagai atribut, adjektiva juga
dapat berfungsi sebagai inti dalam
frasa adjektival. Chaer ( 2006: 321) mengistilahkan frasa adjektivak ini dengan frasa sifat, yang biasa menjadi unsur
predikat di dalam kalimat, dan mempunyai dua macam struktur, yaitu : (a) M – D, dan (b) D – M. Perhatikan
contoh berikut.
(31)
Dia agak bingung dalam memilih salah satu dari mata kuliah yang
ditawarkan
dosen walinya.
(32)
Karena tidak sabar, wanita itu mencubit anaknya, yang dari tadi menangis
meminta
es krim.
Tampak bahwa bingung pada agak bingung (31),
dan sabar pada tidak sabar (32) merupakan adjektiva yang menjadi inti pada frasa tersebut,
sedangkan kata agak dan tidak
merupakan adverbia yang berfungsi sebagai pewatas. Frasa adjektival / sifat
ini memiliki struktur M – D. Kata
pertama sebagai M adalah kata keterangan derajat atau adverbia, dan kata kedua sebagai unsur D adalah adjektiva.
(33)
Pemandangan dari puncak Nangorak indah sekali.
(34)
Dia pandai sekali dalam mata pelajaran Geografi.
(35)
Pemuda itu memakai kemeja berwarna biru langit.
(36)
Sepatu merah jambu itu sangat cocok dipakai Yasinta.
Jelas terlihat bahwa indah pada indah sekali (33)
dan pandai pada pandai sekali (34)merupakan adjektiva yang
menjadi inti pada frasa tersebut, sedangkan kata sekali
merupakan
adverbia yang berfungsi sebagai pewatas. Selanjutnya, kata biru pada biru
langit
(35), dan merah pada merah jambu (36) juga merupakan
adjektiva yang menjadi
inti
pada frasa tersebut, sedangkan kata langit dan jambu merupakan
nomina yang
berfungsi
sebagai pewatas. Frasa adjektival indah sekali (33), pandai sekali (34),
biru
langit
(35), dan merah jambu (36) memiliki struktur D – M. Kata pertama
sebagai unsur
D
adalah adjektiva dan kata kedua sebagai unsur M merupakan adverbia pada (33 dan
34),
dan pada (35 dan 36) adalah nomina.
Selanjutnya, Verhaar (2001:360) membagi jenis frasa
adjektival berdasarkan
konstituen
bawahan menjadi enam, yaitu :
(a)
frasa adjektival dengan konstituen pemodifikasi
penegas negatif, misalnya:
tidak sehat, kurang baik
; dengan penegas refleksif, misalnya : mawas
diri, bangga diri ; dengan penegas modal,
misalnya : kiranya setuju, ruparupanya tidak puas
(b) frasa adjektival dengan konstituen nomina milik tak
terasingkan, misalnya: teman
yang angkuh hatinya, orang yang lanjut usianya
(c) frasa adjektival dengan konstituen pembaku pada
komparatif, misalnya :
alasan yang lebih jelas daripada yang lain itu,
mobil yang lebih murah
daripada mobil Amerika ; pada superlatif,
misalnya : orang yang terkaya
di dunia ; pada ekuatif, misalnya : rak buku
setinggi itu, bintang sebesar
matahari
(d) frasa adjektival dengan konstituen adverbia (atau
frasa adverbial) derajat,
misalnya : sukar semata-mata, jahat belaka
(e) frasa adjektival dengan konstituen nomina pengukur,
misalnya : jalan
yang lebih lebar tiga meter, lima kali
sebesar itu
(f) frasa adjektival dengan konstituen nomina “aspek”,
misalnya : orang yang
jujur dalam hal ini, profesor yang terkenal
di bidang kimia.
2.3.3 Adjektiva dengan Fungsi
Predikatif
Adjektiva menjalankan fungsi predikat atau pelengkap dalam
klausa dan kalimat
dikatakan
dipakai secara predikatif. Seperti tampak pada kalimat berikut.
(37)
Tubuh gadis itu langsing.
(38)
Jendela rumahnya besar dan menghadap ke taman dengan kolam besar di
tengah-tengahnya.
(39)
Sepatu anak itu kebesaran.
(40)
Berita itu sangat menggembirakan.
(41)
Senja itu langit kemerah-merahan.
Kata langsing dan besar pada kalimat (37 dan
38) teresbut adalah adjektiva
monomorfemis
yang berfungsi sebagai predikat. Kata kebesaran, menggembirakan,
dan
kemerah-merahan
pada kalimat (39, 40, dan 41) merupakan adjektiva polimorfemis yang dapat juga menduduki fungsi predikatif.
2.3.4 Adjektiva dengan Fungsi Pelengkap
Pelengkap merupakan suatu fungsi sintaksis yang dapat
diisi oleh adjektiva dan
merupkan
bagian predikat verbal. Pelengkap pada umumnya berada di sebelah kanan
predikat
dan dapat didahului oleh preposisi. Selain itu jika kalimat dipasifkan, pelengkap tidak dapat dijadikan subjek. Hubungan
antara predikat verba dan pelengkap sangatlah erat dan tidak dapat dipisahkan (Sasangka et al, 2000: 52).
Fungsi pelengkap yang diisi oleh
adjektiva tampak pada contoh berikut:
(42)
Tanaman – tanaman yang telah dibersihkan dan disiram terlihat segar.
(43)
Hidup secara ekonomis tidak berarti melarat.
(44)
Tiba – tiba siang itu menjadi gelap sehingga kendaraan bermotor harus
menyalakan
lampu.
Kata segar, melarat, dan gelap pada
kalimat (42 – 44) di atas merupakan adjketiva monomorfemis yang berfungsi sebagai pelengkap dan mengikuti
predikat kalimat, yaitu :
terlihat
(42), berarti (43), dan menjadi (44).
(45)
Peralihan generasi itu bersifat alamiah.
(46)
Perilaku gadis itu sangat keibuan.
(47)
Dia merasa tersanjung dengan pujian pemuda itu.
Jika kalimat (45 – 47) dicermati, tampak bahwa alamiah,
keibuan, dan tersanjung merupakan
adjektiva polimorfemis yang menduduki fungsi pelengkap. Adjektiva alamiah merupakan hasil pengafiksan
dengan sufiks – iah. Adjektiva keibuan merupakan hasil pengafiksan ke- an,
dan adjektiva tersanjung berasal dari verba tersanjung yang merupakan transposisi (derivasi
zero). Jika adjektiva yang berfungsi sebagai pelengkap di atas dihilangkan, kesatuan
pengertian konstruksi tersebut menjadi tidak utuh dan tidak gramatikal. (Sasangka, 2000: 53).
2.3.5 Adjketiva dengan Fungsi Keterangan
Keterangan merupakan unsur yang bukan inti di daalm
kalimat,terutama
keterangan
yang sejajar dengan subjek dan predikat atau keterangan yang menerangkan
kalimat/klausa
secara keseluruhan. Hal itu berarti, bahwa tanpa ada keterangan atau letak fungsi keterangan dapat dikedepankan
kalimat tetap gramatikal (`Sasangka, 2000: 55).
Perhatikan
kalimat berikut.
(48)
Bis malam itu berjalan cepat.
(49)
Tangisan bayi itu terdengar nyaring.
Tampak
bahwa kata cepat (48) dan nyaring (49) merupakan adjektiva
monomorfemis
yang
menduduki fungsi keterangan.
2.4 Perilaku Semantis Adjektiva
Alwi et al (2003:172) membagi adjektiva secara semantis
menjadi dua tipe pokok (a) adjektiva bertaraf yang
mengungkapkan suatu kualitas, dan (b) adjektiva tak bertaraf yang mengungkapkan keanggotaan dalam
suatu golongan. Pembedaan adjektiva yang bertaraf
dari adjektiva yang tidak bertaraf bertalian dengan mungkin tidaknya adjektiva itu menyatakan berbagai tingkat
kualitas dan berbagai tingkat bandingan. Untuk maksud itu dapat dipakai kata seperti sangat, agak, lebih,
dan paling ; misalnya sangat jelas, agak luas, lebih gemuk, paling
kaya. Adjektiva tak bertaraf, sebaliknya, tidak dapat diberi pewatas tersebut, misalnya : sangat
buntu, agak genap, lebih kekal, paling tunggal.
2.4.1
Adjektiva Bertaraf
Adjektiva
bertaraf dapat dibagi atas :
(1)
adjektiva pemeri sifat, yaitu adjektiva yang dapat memerikan kualitas dan
intensitas
yang
bercorak fisik atau mental. Contoh :
(50) aman,
bersih, cocok, dangkal, ganas, kebal, dingin,
panas
(2)
adjektiva ukuran, yaitu adjektiva yang mengacu ke kualitas yang dapat diukur
dengan
ukuran
yang sifatnya kuantitatif. Contoh :
(51) berat,
ringan, pendek, tinggi, kecil, tebal, tipis
(3)
adjektiva warna merupakan adjketiva yang mengacu ke berbagai warna. Contoh :
(52) merah,
kuning, hijau, biru, hitam, putih, jingga,
lembayung
Juga
berbagai corak warna (53) dan warna dengan berbagai nuansa (54) . Cotoh :
(53) merah
bata, kuning emas, hijau daun, biru langit, hitam
arang, putih timah
(54) biru
muda, coklat tua, semu kuning, coklat kemerah – merahan,
kelabu
kehitam
- hitaman
(4)
adjektiva waktu, yaitu adjektiva yang mengacu ke masa proses, perbuatan, atau
keadaan
berada atau berlangsung sebagai pewatas. Contoh :
(55) lama,
segera, jarang, cepat, lambat, larut, singkat,
mendadak
(5)
adjektiva jarak mengacu ke ruang antara ruang antara dua benda, tempat, atau
maujud
sebagai
pewatas nomina. Contoh :
(56) jauh,
lebat, dekat, rapat, akrab, renggang
(6)
adjektiva sikap batin merupakan adjektiva yang bertalian dengan pengacuan
suasana
hati
atau perasaan. Contoh :
(57) bahagia,
sayang, gembira, cemas, lembut, jahat, jemu,
kagum, yakin
(7)
adjektiva cerapan adalah adjektiva yang bertalian dengan pancaindera, yaitu
penglihatan
(58), pendengaran (59), penciuman atau penghiduan (60), perabaan (61), dan
pencitarasaan
(62). Contoh :
(58) gemerlap,
suram, terang
(59) bising,
gaduh, serak
(60) anyir,
busuk, wangi
(61) basah,
halus, keras, lembut
(62) asam,
enak, kelat, lezat, manis
2.4.2
Adjektiva Tak Bertaraf
Adjektiva
tak bertaraf menempatkan acuan nomina yang diwatasinya di dalam
kelompok
atau golongan tertentu. Kehadirannya di dalam lingkungan itu tidak dapat
bertaraf
– taraf. Sesuatu ada di dalamnya atau di luarnya. Contoh :
(63) abadi,
buntu, gaib, ganda, genap, kekal, lancung,
mutlak, niskala, sah, tentu,
bundar,
bengkok, bulat, lonjong, lurus, tunggal, pelak
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Kalimat adalah satuan bahasa terkecil yang dapat
digunakan untuk menyampaikan ide atau gagasan. Suatu pernyataan dapat dikatakan
kalimat jika di dalam pernyataan itu sekurang-kurangnya terdapat predikat dan subjek,
baik disertai objek, pelengkap, atau keterangan maupun tidak, bergantung kepada
tipe verba predikat kalimat tersebut. Unsur-unsur kalimat yaitu terdiri dari
subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan. Kalimat didasarkan pada
adanya intonasi, tanda baca, jeda, dan keterkaitannya pada konstruksi lain yang
lebih besar, kalimat ditandai juga dengan kemungkinannya untuk diubah
susunannya tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan makna.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan dkk.2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Chaer, Abdul
-------------------.2006.
Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Kridalaksana, Harimurti.2005. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama
Sasangka, Sry Satrya T.W dkk. 2000. Adjektiva dan Adverbia dalam
Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional.
Verhaar, J. W. M. 2001. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar